Lihat ke Halaman Asli

Djamaluddin Husita

TERVERIFIKASI

Memahami

Program JKA di Aceh: Hanya Pasien yang Sabar yang Cepat Sembuh

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

[caption id="attachment_118077" align="aligncenter" width="640" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]

Tadi malam (21/6/2011), habis Magrib saya membawa ibu ke salah satu dokter spesialis internist di jalan Supratman Kota Banda Aceh untuk memeriksa kesehatannya. Beberapa bulan terakhir kesehatan Ibu memang agak menurut. Dua bulan yang lalu saya harus bolak balik ke kampung halaman yang jarak 9 Jam perjalanan ke arah pantai Barat Aceh, tepatnya di Kabupaten Aceh Barat, karena ibu terjatuh. Tetapi kemudian berangsur sembuh, dan kini saya harus memeriksa kesehatannya lagi.

Di kota Banda Aceh sendiri, sudah banyak klinik tempat praktek dokter spesialis. Meskipun demikian, pada waktu-waktu praktek hampir semua klinik itu dipenuhi pasien. Belum lagi kalau kita ke rumah sakit Zainal Abidin yang berada di daerah lamprit, pasien yang sakit sepertinya tidak ada tempat penampungan lagi. Bila di rumah sakit, membludaknya pasien mungkin akibat dari kebijakan pemerintah Aceh yang mengratiskan semua orang Aceh berobat melalui program JKA (Jaminan Kesehatan Aceh). Program ini adalah program andalan pemerintah Aceh saat ini. Mendapati layanan JKA ini sangat mudah yaitu hanya dengan memperlihatkan KTP dan KK Aceh saja, sudah berhak mendapat layanan tersebut. Meskipun dalam prakteknya, biar lebih memudahkan harus banyak kenal dengan orang-orang rumah sakit.

Karena ada program JKA, sebenarnya pergi ke praktek dokter adalah keputusan yang kurang tepat. Tetapi karena di sana orang berdesak-desakan setiap hari, maka terpaksa harus mengambil kesimpulan seperti ini. Mungkin bagi yang berobat ke tempat praktek dokter mereka berpikir itu tidak menjadi masalah, karena sakit tidak pernah akan sembuh bila tidak diobati.

Kenyataannya, di tempat praktek dokter pun pasien harus antri begitu panjang. Saya sendiri, sudah mendaftar ibu sudah sejak pagi hari tetapi bukan nomor yang kecil saya dapati. Maka tepat jam 19.00 wib suya sudah sampai di sana. Terus terang, baru mendapat panggilan sudah jam 21.00 kurang 5 menit.

Saya tidak bisa membayangkan bagaimana penatnya Ibu menunggu waktu hampir 2 jam itu. Setiap, ada panggilan saya berdoa semoga nama ibu saya disebutkan. Ketika nama Ibu tidak dipanggil, saya berdoa semoga Ibu sabar. Sampai-sampai ada dalam pikiran saya mendatangi petugas untuk menanyakan kenapa Ibu saya sangat lama di panggil. Tetapi, karena berpikir harus membudayakan antri biarlah saya menunggu dengan perasaaan harap-harap cemas, takut ibu tidak sabar. Sebab, bila dipaksakan sayang juga pasien-pasien lain yang juga ada ibu-ibu seumur ibu saya. Maka saya berpikir, lebih baik bersabar sampai pada gilirannya di panggil.

Terus terang, saya tidak tahu apa yang Ibu pikirkan. Tetapi kelihatannya beliau tidakbicara apa-apa. Setiap kali saya tanya, bagaimana sudah lama menunggu?. Beliau selalu katakan tidak apa-apa.

Lalu, saya berpikir. Sebenarnya pada kondisi seperti itu, satu hal yang harus dilakukan oleh pasien adalah bersabar. Semakin tidak bersabar maka semakin membuat kondisi memburuk.

Sebab, tidak sedikit pasien yang berlaku tidak sabar disaat-saat menunggu seperti itu. Pada tempat saya menunggu itu juga tidak kurang orang yang berguman tidak sabar.

Apalagi bila kita mendatangi rumah-rumah sakit, selama program JKA ini (mungkin) karena terlalu banyak orang berobat sehingga layananpun tidak sesegera mendapat perawatan oleh dokter. Sehingga muncul gerutuan di sana-sini. Bahkan ada yang tidak sabar langsung keluar, bila tidak pergi ke tempat swasta langsung pulang kampung. Mungkin ini seperti yang dialami teman saya yang luka bakar. Hanya satu malam menginap di ruang gawat darurat langsung pulang, katanya begitu banyak orang sehingga menunggu perawatan dokter lagi sangat lama menunggu.

Menurut saya, program JKA memang sangat bagus, sebab rakyat tidak dikenakan beban biaya lagi. Tetapi melihat antusias orang yang begitu banyak mau berobat ke rumah sakit. Pemerintah Aceh juga harus memikirkan untuk menyediakan jumlah rasio dokter atau paramedis yang logis sesuai dengan jumlah pasien. Sebab, terlalu lama menunggu giliran pelayanan akan berakibat fatal. Sebab sakit seseorang tidak pernah mau kompromi, kecuali harus segera diobati. Meskipun juga tidak salah pasien juga harus bersabar agar sempat sembuh***(DJH). www.husita.net

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline