Lihat ke Halaman Asli

Djamaluddin Husita

TERVERIFIKASI

Memahami

Media yang Menyanjung Ramping Rombongan Jokowi ke Luar Negeri Salah

Diperbarui: 17 Juni 2015   18:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Lawatan pertama Presiden Joko Widodo ke Cina dalam rangka mengikuti  KTT APEC di Beijing Cina, lalu ke Myanmar dan Australia tak terlepas dari kritikan dan sanjungan. Dikritik, karena dalam rombongan presiden tersebut ada anak kedua Joko Widodo. Mereka menganggap tidak pantas membawa anak (keluarga) karena kepergian Pak Joko Widodo dalam kapasitasnya sebagai presiden, dimana biayanya ditanggung APBN.

Namun demikian, sebagian Media cetak maupun elektronik menyanjung lawatan Joko Widodo ke luar negeri. Pasalnya, kunjungan Joko Widodo keluar negeri yang pertama ini tidak banyak membawa rombongan. Malah, metro tv mengapresiasi luar biasa dengan membandingkan rombongan Jokowi yang ramping dengan rombongan masa Pak SBY sebagai Presiden yang sangat gemuk.

Berkaitan dengan itu, saya memiliki pendapat yang berbeda. Menurut saya yang mengkritik dan maupun beberapa media yang menyanjung itu kurang tepat. Menurut saya, membawa satu orang anak dalam rombongan yang sedikit, malah tidak merugikan Negara. Bagi saya, membawa rombongan yang sedikit itu yang merugikan Negara atau lebih tepatnya mubazir. Cuma, rombongan yang dibawa itu adalah mereka

Paling kurang ada dua alasan yang menjadi pijakan argument saya tersebut. Pertama, Presiden berangkat ke luar negeri bukan melalui carter site (tempat duduk). Kalau carteran seperti ini pasti semakin sedikit rombongan semakin hemat uang Negara. Tetapi presiden melayat ke luar negeri naik pesawat kepresiden yang justru pesawat yang dikritik pendukung Joko Widodo saat itu. Malah, menurut wartawan detiknews yang ikut rombongan presiden bahwa “semua masuk dalam pesawat kepresidenan yang berkapasitas hingga hampir 70 orang. Sebagian kursi bahkan ada yang kosong”(baca: http://news.detik.com/read/2014/11/08/180920/2742860/10/rampingnya-rombongan-jokowi-ke-luar-negeri-4-menteri-dan-sedikit-staf).

Jadi, karena pesawat kosong, tidak salah Presiden membawa anaknya ikut serta. Kecuali pesawat penuh oleh orang-orang yang berkompeten. Tetapi yang disesalkan, kenapa pesawat harus dibiarkan kosong. Kenapa Pak Presiden tidak membawa ahli  diplomasi yang kompoten baik dalam bidang ekonomi, parawisata dan lain-lain  dengan tugas mempromosikan Indonesia sampai pesawat penuh sehngga pesawat penuh. Sementara Presiden ikut KTT atau acara resmi lainnya, yang lain bertugas mengadakan pertemuan-pertemuan lain non formal untuk mempromosikan Indonesia secara detail.

Apalagi biaya operasional pesawat pribadi, meskipun satu orang atau rombongan sedikit, atau malah penuh sama sekali tidak ada beda. Sedikit banyaknya, rombongan biaya operasional pesawat sama saja. Karena biaya operasional sama, jadi mubazir pesawat dibiarkan kosong. Kecuali yang rugi adalah soal makanan, semakin banyak rombongan semakin banyak porsi yang habis di dalam pesawat. Tetapi menurut saya, kalau Ayam Penyet menunya kan tidak masalah.

Alasan kedua, saya kira segala akomudasi di Negara tempat tujuan semuanya pasti akan ditanggung oleh Negara tuan rumah. Kecuali, ada pembatasan rombongan. Menurut saya, meskipun tidak semua ditanggung, biaya akomudasi tidak begitu banyak. Lagi pula banyak  hotel-hotel yang biaya sama dengan di Indonesia (standar). Sekali lagi, biasanya yang banyak itu adalah biaya perjalanan (biaya pesawat). Kalau rombongan yang dibawa berkompeten dan berdampak positif bagi bangsa pasti tidak jadi masalah.

Terkadang, kita juga tidak perlu terbawa arus pemberitaan Media yang bombastis. Seolah-olah dengan minimnya rombongan itu baik. Menurut saya justru rugi, tidak membawa ahli-ahli yang kompeten sesuai dengan kapasitas pesawat. (Sekali-sekali mari kita berfikir terbalik dari euphoria yang ada demi bangsa dan negara…..)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline