Obrolan dengan mantan pas nekat ngajak ketemuan dan buka puasa bersama. Dia tahu, saya kristen, tapi dia bilang biar kompak. Sebenernya saya riskan juga. Karena masih ada pemberlakuan PSBB. Pembatasan sosial berskala buuueesar!
Barangkali ada yang penting. Bukan penting soal kami berdua. Saya dan dia, gak bakal bisa bersatu. Kami beda keyakinan. Bukan keyakinan yang konyol, bahwa saya yakin mau, dan dia yakin nggak mau, bukan itu.
Tapi kami keukeuh pada pendirian masing-masing.
Lalu kepentingan apa yang saya harapkan? Saya sendiri belum tahu. Maka demi keamanan dan kenyamanan bersama, kami ketemu di gazebo depan rumah dia.
Dia masak enak. Masakan kesukaan saya. Yaitu kari ayam, yang dicampur sawi dan telur dadar.
Kok?
Iya, soalnya kari Ayamnya dalam bentuk Indomie. Ojo ngguyu nDro!
Terus abis buka puasa, dia keluarin dua cangkir kopi hitam. Buat saya nggak manis. Buat dia manis. Dia masih hafal kebiasaan daripada saia.
Sambil ngopi saya pandangi dia yang sesekali tersenyum dengan senyum yang mangkin manis. Saya duduk dihadapan dia, berjarak kira-kita 150cm. Saya ngitungnya dari jumlah ubin di lantai. Jadi tidak alasan buat netizen untuk mengatakan bahwa saya ngawur. Saya pikir segitulah jarak aman menurut social distancing. Kita mesti sabar dan sadar harus jaga jarak. Terutama dengan mantan. Ya yang kayak saya lakukan ini.
Saya dongakkan kepala sekali lagi sehabis menghirup kopi hangat. Dia tersenyum lagi. Mangkin kupandang mangkin manis. Mangkin matang diusianya yang ke tiga puluh satu tahun tiga bulan delapan hari. Hapal banget. Namanya juga mantan, kan?
" Mas...? "
" Hmmm...? "
" Kapan kamu menikah? "
" Hmm.... "
" Kamu dari dulu kalau ditanya pernikahan selalu kayak gitu. Itu anak orang, bukan jemuran. Jangan di gantung dong! "
" Emang kenapa kalau saya menikah, dan kenapa kalau saya belum pengin menikah?"
" Kalau kamu menikah, gampang ajak selingkuh kamu. Karena sainganku cuma istrimu. Tapi kalau kamu masih bujang sainganku banyak. Bisa jadi para fans kamu. Jelek-jelek gitu kamu kan flamboyan. Don juan.. "