Lihat ke Halaman Asli

Den Ciput

I'm a writer...

Tidak Ada Cebong, Tak Ada Pula Kampret

Diperbarui: 14 Juli 2019   14:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Prabowo dan Jokowi makan siang bersama (Sumber Foto: Kompas)

Pemilu telah usai. Bagi sebagian rakyat Indonesia, inilah perhelatan pemilu paling 'hot', paling sensasional. Paling tegang. (hushh).

Bagaimana pun juga, kita ini saudara setanah air, se-fesbuk dan se-Instagram juga. Gak baik saling olok dan elek. Lha wong podo elek e.

Baru pada Pemilu kali ini sepanjang sejarah Indonesia bahwa ada dua kubu, dua golongan pendukung (Supporter) dari masing-masing calon pasangan.

Kalau Supporter Persebaya dinamakan Bonex, Arema dengan Aremania-nya, Atau Persib dengan Vicking, maka Supporter kedua pasangan ini punya Cebong untuk pasangan nomor urut 01 dan kampret untuk pasangan urut nomor 02.
Luarrr biasa!!!

Karena sepanjang sejarah negeri ini dari jaman ORDE Lama, ORDE Bangke sampai pada ORDE reforrrrrmasi, belum pernah ada pendukung pasangan Capres dan cawapres se-militan itu sampai ada yang rela dipenjara, bahkan rela mati konyol (nulis konyolnya ati-ati banget, karena huruf T dan huruf Y bersebelahan, meleset dikit, kelar eike punya hidup).
Lalu apa yang akan kita perbuat setelah Pemilu Usai?

Ya rekonsoliasi!
Sekali lagi, kayak yang saya tulis pada bait sebelumnya, bahwa kita ini bersaudara. Kalau tidak dalam iman, ya dalam kemanusiaan. Manusia Indonesia. Yang adil dan beradab. Sebagaimana tertera dalam sila dua pancasila.

Yang kampret saudara Cebong. Yang Cebong saudara kampret. Kalau sekiranya takut dianggap kasar menyebut saudaranya, ya Cebong diganti Ceby, kampret di panggil Kempi. Gak papa, toh orang barat tuh panggil Edward dengan sebutan Edy, Catherine dipanggil Cathy. Tapi saya gak tau apa itu asal nama dari panggilan Veggie.
Kembali ke persoalan semula.

Setelah rekonsoliasi, marilah kita hidup rukun berdampingan lagi satu sama lain. Tolong menolong, bahu membahu.
Kalau misalnya pengin menghilangkan jejak perseteruan, ya udah, lupakan pertikaian kemarin. Forgive and forget. Kelar!
Kalau gak mau ada panggilan Ceby dan Kempie, ya udah lupakan. Gak papa. Jangan jadikan itu persoalan serius.

Toh semua tahu, walau Cebong dan kampret bubar, Pemilu kali ini menyisakan pembelajaran, bahwa ada dua golongan masyarakat dengan dua cara berfikir yang berbeda. Satu realistis, satu idealis. Terserah mana yang anda simpulkan yang mana yang realistis, mana yang idealis.
Dan pertemuan antara pak Prabowo dan pak Jokowi kemarin adalah simbolisasi bahwa kita memang harus melupakan jejak perseteruan satu sama lain.

Saya yakin, ketika mereka bertemu, pak Prabowo sudah melupakan perseteruan politis. Yang ada hanya senyum tulus seorang sahabat yang pernah ngerasa menolong sahabatnya untuk mengenalkan pada Ibukota. Bahkan pernah ikut memperjuangkan untuk bisa mencapai pucuk pimpinan di DKI Jakarta sebagai Gubernur.

Ingat, salah satu orang  yang membawa dan memperjuangkan pak Jokowi ketika maju sebagai Gubernur adalah pak Prabowo sebagai Ketua Umum Partai Gerindera yang waktu itu koalisi dengan PDIP.
Berapi-api pak Prabowo meyakinkan warga DKI Jakarta, bahwa pak Jokowi yang di dampingi Pak Basuki Tjahaya Purnama adalah pasangan calon Gubernur dan wakil gubernur yang bersih, tidak korup, pekerja keras.
Sampai satu ketika pada 2014 pak Jokowi menerima tawaran partainya untuk ikut kontestasi Pilpres berpasangan dengan pak Jusuf Kalla.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline