Kekhawatiran terhadap Covid-19 bukan hanya terjadi di dunia, melainkan di Indonesia. Pada tanggal 2 sampai 25 Maret 2020, Indonesia telah melaporkan kasus konfirmasi Covid-19 sebanyak. Indonesia sudah melaporkan 792 kasus konfirmasi Covid-19 dari 24 Provinsi.
Pada 2 Juli 2021, pemerintah melaporkan ada 25.830 kasus positif COVID-19 baru. Kasus positif Corona harian kembali memecahkan rekor pada Sabtu 3 Juli 2021. Pemerintah menyatakan ada 27.913 kasus Corona baru.
Artinya, ada hattrick kasus tertinggi Corona di Indonesia selama 3 hari berturut-turut. Pemberlakuan Pembatasan Kehidupan Masyarakat (PPKM) menjadi langkah sekaligus merupakan varian kebijakan baru yang dikeluarkan oleh Pemerintah dalam rangka penanggulangan wabah pandemi Covid-19.
Jika kita melihat pada dasar hukum penanggulangan wabah pandemi ini, maka hal tersebut mengacu pada UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Inilah yang menjadi dasar terbitnya berbagai macam aturan turunan seperti halnya penerapan PSBB, dan lain sebagainya.
Sedangkan secara formil, pembentukan setiap peraturan perundang-undangan yang menjadi salah satu langkah dalam pencegahan terhadap penyebaran Covid-19 ini haruslah berdasar pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Hal tersebut penting, supaya dalam proses perancangan hingga pengesahan tiap peraturan tidak berlawanan atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lain.
Mengacu pada teori das doppelte rechstanilitz, yang bermakna bahwa norma hukum memiliki dua wajah, yaitu norma hukum bersumber dan berdasar pada norma yang ada di atasnya dan itu juga menjadi dasar sekaligus sumber bagi norma yang di bawahnya. pembentukan peraturan yang menjadi dasar hukum PPKM wajib berdasar pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Untuk melihat kesesuaian formil dalam suatu peraturan perundang-undang hal itu dapat dilakukan dengan menggunakan Pasal 8 ayat (2) UU No.12/2011 sebagai acuan. Dalam ayat tersebut mengatakan bahwa suatu peraturan perundang-undangan dapat diakui serta memiliki kekuatan hukum mengikat selama diperintahkan oleh peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau bisa juga dibentuk berdasarkan atas kewenangan.
Pada hakikatnya pembatasan yang dicantumkan dalam PPKM merupakan pengembangan dari PSBB yang tercantum dalam UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020.
Salah satu problematika lainnya adalah pada diktum kedelapan huruf b disebutkan bahwa Instruksi Menteri memerintahkan kepada Kepala Daerah untuk melakukan penegakan hukum kepada pelanggar kerumunan atau protokol kesehatan. Penegakan hukum baik itu sanksi pidana maupun administratif dapat dilakukan sepanjang diatur dalam peraturan yang relevan yang mana pembentukannya didasarkan pada perintah atau delegasi peraturan yang lebih tinggi.
Instruksi Menteri pada hakikatnya tidak dapat diposisikan sebagai peraturan, oleh karena itulah perintah untuk melakukan penegakan hukum tidak dapat dijadikan dasar hukum bagi peraturan-peraturan dibawahnya. Berdasarkan hal tersebut, Instruksi Menteri Dalam Negeri cacat formil dalam proses pembentukannya.
Akan tetapi meskipun cacat formil dalam proses pembentukannya, secara materiil PPKM mempunyai karakteristik yang serupa dengan PSBB yang diatur dalam UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan PP Nomor 21 Tahun 2020. Oleh karena itulah, secara materill sejumlah dasar hukum pemberlakuan PPKM tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.