Lihat ke Halaman Asli

Mengkafirkan atau Mengislamkan (Sebuah Tulisan Pendek)

Diperbarui: 28 Februari 2016   10:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

....jangan ngobrol sama ..., dia suka mengkafirkan orang....
....pemimpin Indonesia adalah pemimpin islam, buktinya mereka masih shalat, oleh karena itu kita harus tetap mengikutinya....

Kata- kata diatas adalah dua, dari sekian banyak kata, yang saya terima saat masih di SMA. Ya, saya merupakan anak rohis di SMA, dan kebetulan di SMA saya saat itu sedang terjadi pergolakan dua kubu. Targetnya jelas, 'Floating mass' atau yang saat itu berwujud anak baru (junior).

Terlepas dari isu- isu yang dihembuskan, tentang si anu si itu mau ini mesti itu, kebanyakan isu tersebut berupa fitnah. Terlepas dari fitnah dengan makna sebenarnya maupun pengaburan makna. Sebagai contoh: "hati- hati dengan si ... nanti diajak hijrah". Istilah hijrah sekarang sudah biasa digunakan, pada masa SMA penulis dulu hijrah identik dengan (...). Yang akan dibahas kali ini adalah based on true story.

Mengislamkan
Mengislamkan adalah memvonis seseorang sebagai muslim(?).

Pengalaman penulis adalah pernyatan mengislamkan pemimpin. Yang artinya harus tetap taat pada pemimpin serta mendukung segala tindakannya. Mungkin dasarnya dari hadist ini ya:

Jangan mengkafirkan orang yang shalat karena perbuatan dosanya meskipun (pada kenyataannya) mereka melakukan dosa besar. Shalatlah di belakang tiap imam dan berjihadlah bersama tiap penguasa. (HR. Ath-Thabrani)

Sementara makna kafir pada ayat di bawah ini tidak dianggap sebagai murtad (https://muslim.or.id/24466-janganlah-mudah-mengkafirkan-para-pemimpin-kaum-muslimin.html):

“Barangsiapa yang tidak berhukum menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir” (QS. Al-Maidah: 44)

Tapi fokus kali ini lebih ke mengislamkan temen sendiri. Apa ya kira- kira dasar mereka, mungkin ini beberapa hadisnya:

  • Tiga perkara berasal dari iman: (1) Tidak mengkafirkan orang yang mengucapkan “Laailaaha illallah” karena suatu dosa yang dilakukannya atau mengeluarkannya dari Islam karena sesuatu perbuatan; (2) Jihad akan terus berlangsung semenjak Allah mengutusku sampai pada saat yang terakhir dari umat ini memerangi Dajjal tidak dapat dirubah oleh kezaliman seorang zalim atau keadilan seorang yang adil; (3) Beriman kepada takdir-takdir. (HR. Abu Dawud)
  • “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan “salam” kepadamu (atau mengucapkan Tahlil): “Kamu bukan seorang mukmin” (lalu kamu membunuhnya)” [An Nisaa’ 94]
  • “Barangsiapa yang berkata kepada saudaranya “hai kafir”, maka ucapan itu akan mengenai salah seorang dari keduanya.” [HR Bukhari]

Lalu siapa yang diislamkan mereka, teman sendiri. Atau lebih tepatnya orang di luar rohis. Lebih tepatnya teman- teman yang sedang tidak didakwahi atau sukanya main basket pas istirahat, main PS beres sekolah, pacaran. Lalu apa yang mereka lakukan terhadap teman- teman tersebut.

Abai...
Mengabaikan...
Membiarkan...
Acuh tak acuh... terhadap keislamannya
Main kartu bareng
Bercanda ria bersama.............

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline