Lihat ke Halaman Asli

Husam El Haq

Mahasiswa

Benarkah ini Biang Kesengsaraan?

Diperbarui: 19 Februari 2024   18:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Unsplash.com

"Kesengsaraan muncul akibat keinginan"

Kalimat tersebut bersinar terang, menyilaukan, tapi tidak menyakitkan, cenderung menyegarkan. Rasanya kalimat tersebut memberikan sebuah penyegaran, membawa pencerahan terhadap hidup, yang usianya tak lagi muda lagi. Lebih tepatnya usia yang bukan waktunya main-main lagi. Secara tiba-tiba semuanya menjadi penting, menjadi serius. Setiap keputusan, setiap tindakan, setiap langkah, perlu dipertimbangkan. Memang tidak mudah. Dan memang kadang terasa seperti menyengsarakan. Mungkin itu agak berlebihan, tapi fair.

Karena, mau tak mau begitulah hukum kehidupan, melewati tantangan yang seringkali membawa kesengsaran, kemudian menemukan kebahagiaan, menemukan titik tenang, dan berulang kembali pada tantangan selanjutnya.

Pagi itu, di hari yang agak sedikit berawan diri ini berusaha untuk konsisten dalam melakukan rutinitas baru, membaca buku. Begitulah kehiduapan jika tantangan tidak menghampiri diri mu, maka setiap diri selalu mencari tantangan sendiri. Menarik memang. Lembaran baru dibuka, wangi kertas buku yang khas selalu memberikan semangat, disetiap kali membaca, dan tidak pernah membosankan. Kesengsaraan muncul akibat keinginan. Kalimat tersebut muncul pada bagian pertengahan di dalam buku Sapiens yang ditulis oleh Yuval Noah Harari.

Yuval dalam bukunya menyebutkan jika kalimat tersebut merupakan salah satu hukum utama dalam kepercayaan Buddha. Hukum tersebut memiliki istilah yang lebih familiar yakni dharma atau dhamma.

Kesengsaraan. Dunia, yang penuh dengan hal-hal yang sangat menggoda, nyatanya tidak selalu menjanjikan jika hal yang di dalamnya selalu mudah atau bahkan selalu tercapai. Menyakitkan, tapi fair. Banyak diri yang berusaha memberikan ragam solusi akan kesengsaraan yang berada di dunia ini. Mulai dari bekerja keras, menjadi kaya, mendapatkan segala yang kita inginkan, memenuhi kebutuhan, menjadi artis papan atas, hingga tentu menjadi lebih religius. Tapi apakah semua solusi tersebut benar ? Jujur diri ini tidak tahu. Dan lebih baik seperti itu.

Muncul akibat keinginan. Terlepas dari sisi religinya, gagasan ini tentu tidak mudah untuk ditepis atau disalahkan. Keinginan diri atau mungkin kasarnya ego diri, dapat mengantarkan seseorang ke manapun. Ke tempat tertinggi tempat di mana bintang-bintang tinggal, atau bahkan ke tempat terendah sekalipun, di mana kesengsaraan itu berada. 

Berangkat dari pengalaman diri ini, banyak hal yang sebenarnya bukan kebutuhan terasa menjadi sebuah hal yang esensial bagi hidup ini. Ya, tentu karena itu semua berkat keinginan. Keinginan untuk dipandang hebat, keren, dihargai, dianggap pintar, diagungkan bak raja yang tidak memiliki kesalahan dan keburukan sama sekalipun. Sungguh memalukan diri ini.

Menurunkan keinginan sepertinya bukanlah solusi, karena seringkali juga malah menjadi rendah diri, yang tak jauh berbeda dengan kesengsaraan. Akan tetapi, mengontrol keinginan, menganalisa, mengidentifikasi, keinginan mana yang layak dan patut diperjuangkan mungkin lebih tepat. Tapi, ini bukan berarti satu-satunya solusi. Karena setiap diri memiliki cara atau solusinya yang tersendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline