Lihat ke Halaman Asli

Husam El Haq

Mahasiswa

Diri yang Terlena oleh Keinginan

Diperbarui: 11 Februari 2024   00:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Unsplash.com

“Kita terlalu menuntut apa yang kita inginkan, sehingga seringkali lupa akan apa yang kita dapatkan.” 

Kata-kata tersebut terdengar mendengung di telinga diri ini, bukan karena bisingnya suara atau intonasi yang membersamai kata-kata tersebut. Tapi, seberapa dalam juga besar kata-kata tersebut bergetar dalam hati.

Siang itu hawa udara memang sedikit agak panas, tapi beruntung diri ini berada dalam keteduhan dan ditemani oleh sedikit angin sepoi-sepoi yang keluar dari AC. Syukur lah kalau begitu, dan memang bukanlah saat yang tepat untuk mengeluh. Jumat siang tepatnya, adalah waktu ibadah sakral, khususnya bagi umat muslim yang biasa dilakukan seminggu sekali, salah satu rangkaian ibadahnya ialah ceramah yang diberikan oleh para pemuka agama atau ustadz. Isi ceramah yang disampaikan pun cenderung beragam bisa berbentuk nasihat, pengingat, maupun peringatan sekalipun.

"Terlalu menuntut keinginan." Memang tak bisa dipungkiri sebagai makhluk yang dipercaya memiliki free will tidak salah jika setiap diri memiliki keinginan dan kemauan. Bahkan tidak sedikit diri yang tidak memiliki keinginan seringkali dinilai sebagai sebuah hal yang negatif. Malas, tidak ingin berkembang, pesimistik, dan semua hal yang berkaitan dengan tidak memiliki keinginan. Memiliki keinginan juga bukanlah suatu hal yang buruk. Memiliki keinginan berarti memiliki ambisi, memiliki mimpi, memiliki kendali atas hidup kita sendiri. Setidaknya itu yang orang ucapkan ketika diri seorang memiliki keinginan.

"Sehingga lupa akan apa yang kita dapatkan." Apakah ini merupakan titik di mana memiliki keinginan menjadi sebuah hal yang salah? Well, mungkin tidak sepenuhnya salah. Setidaknya begitu. Sifat manusia yang selalu ingin berkembang, selalu ingin lebih, lebih baik, lebih kaya, lebih hebat, memang patut diterima sebagai hal yang baik. Akan tetapi, sifat tersebut tidak jarang membuat sebagian besar diri ini terlena dari kehidupan, kehidupan yang dimiliki, kehidupan yang dijalani, dan mensyukurinya. Syukur, mungkin kata itu juga berperan besar pada cerita kali ini.

Bukan berusaha mengajari atau menggurui, tapi berangkat dari diri ini, ambisi atau keinginan nyatanya memang kadang membuat hidup terlena, setidaknya jika dilakukan secara berlebih. Melihat kedepan dengan perasaan optimis dengan tujuan meningkatkan kehidupan untuk masa depan memang lah mulia, tapi mengingat, menghargai, dan mesyukuri akan kehidupan yang telah tercapai dengan perjuangan yang tidak mudah, tentu juga sama mulianya. Keseimbangan, mungkin juga diperlukan, sehingga diri ini bisa menjadi pribadi yang ambisius tanpa melupakan kehidupan saat ini dan saat lalu yang telah dilewati. So, be present!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline