Baru-baru tadi, saya dan seorang rekan, pulang dari Harakit, Kecamatan Piani, Kabupaten Tapin, lewat jalan yang dulu pernah dilewati bersama rombongan mengantar keluarga nikah di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Piani. Saya lupa tahun berapa, cukup lama.
Kini banyak yang berubah. Infrastruktur tampak begitu menggebu dibangun di sana-sini. Kami sempat singgah untuk shalat Dzuhur di Langgar Nurul Iman, di area Kantor Komando Rayon Militer (Koramil) Piani. Setelah dari sana kami melanjutkan perjalanan, yang keluarnya sekitar Markas Kepolisian Resort (Mapolres) Tapin di Bitahan.
Ada banyak hal yang ditemui di sepanjang jalan pulang dari Harakit, menuju Bitahan. Pembangunan jalan layang di kawasan tambang. Kemudian ada jalan tidak mulus beberapa kilometer, berupa hamparan batu gunung dan kerikil. Mungkin kalau tak salah di daerah Miawa.
Jarak tempuh sekitar 40 kilometer dari kami melakukan kegiatan di Harakit menuju Bitahan. Dari Angkinang Selatan, Kecamatan Angkinang, Kabupaten Hulu Sungai selatan, tempat saya tinggal, menuju Harakit lewat Lumpangi, Malinau, Batung, dll, sekitar 50 kilometer.
Kelelahan yang dirasakan terbayarkan. Lewat pemandangan indah berupa hamparan hutan, sungai dan bendungan. Ini untuk pertama kalinya saya ke Harakit. Wilayah di Kabupaten Tapin yang masih kental dengan adat budaya Dayak Meratus.
Ternyata seperti ini wajahnya. Perjalanan cukup mulus. Harakit, hemat saya, tidaklah begitu terpencil, karena masih bisa diakses dengan kendaraan, seperti sepeda motor yang kami gunakan. Jalan beraspal mulus boleh dikatakan 95 persen. Sisanya ada beberapa titik yang rusak.
Keunikan Harakit yang saya lihat dan rasakan, pemukiman warga tidak merata. Pada satu titik ada pemukiman dengan beberapa rumah, lalu ratusan meter atau lebih kurang satu kilometer baru ada lagi pemukiman warga. Juga ada kebun jengkol, karet,dsb.
Sementara sungai berkelok-kelok, termasuk pula jalan yang kami lewati. Mirip wahana seluncuran, kata rekan saya. Entah apa sebabnya, jalan itu dibangun seperti itu. Saya tak tahu pasti.
Harakit yang dulu hanya saya dengar atau diketahui lewat buku dan media lainnya. Kini sudah ada di depan mata, dan kini saya sudah menginjakkan kaki di sana. Semoga ada manfaat yang bisa saya peroleh. Ada semacam kebahagiaan dirasakan saat berada di sana sebagai seorang pejalan sejati.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H