[caption id="attachment_334529" align="aligncenter" width="300" caption="Kondisi sungai Angkinang saat ini. (Foto : Akhmad Husaini)"][/caption]
Menyaksikan kondisi sungai Angkinang sekarang sungguh tidak mengenakkan. Benar-benar memprihatinkan. Tidak seperti waktu saya kecil dulu.
Masih teringat saat saya masih duduk dibangku SD, sekitar 20 tahunan lalu. Sungai Angkinang yang berada di kampung saya, Angkinang Selatan, Kecamatan Angkinang, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), Kalimantan Selatan, benar-benar menjadi sarana yang vital sekaligus primadona bagi anak-anak. Tempat bermain. Tak kenal waktu, pagi, siang sore, bahkan malam hari. Bermain jukung kumbar, balumba, dsb benar-benar sangat mengasyikkan kala itu.
Dulu sungai Angkinang luas. Cukup dalam airnya. Banyak ikan yang bisa diperoleh. Tinggal mengunakan lunta (alat penjaring ikan) kita bisa mendapatkan ikan puyau, sanggiringan, dsb. Sekarang kondisinya sangat berbeda. Banyak sampah menumpuk dimana-mana. Air sungai menjadi terhambat.
Namun bila musim banjir tiba airnya bisa meluber menggenangi pemukiman warga. Kebiasaan membuang sampah di sungai menjadi tradisi berjamaah yang tak bisa ditinggalkan. Juga kebiasaan buang hajat di sungai dengan adanya jamban. Padahal Pemkab HSS sudah melarang hal itu. Tapi karena sudah membudaya tak bisa ditinggalakan begitu saja.
Tapi apapun adanya sungai Angkinang telah membuat banyak kenagan indah. Yang tak akan terlupakan seumur hidup.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H