Lihat ke Halaman Asli

Jurnalis Cendekia

Aktivis-Ekonom-Penulis

Fenomena Media Hiburan sebagai Alat Pelarian (Escapism): Perspektif Kritis Theodor W. Adorno

Diperbarui: 10 Desember 2024   18:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: OpenGeeksLab.com

Ditulis Oleh: Gita Ruslita

Program Doktor Ilmu Komunikasi

Sekolah Pascasarjana Universitas Sahid Jakarta

Dalam era digital, konten hiburan telah menjadi salah satu bentuk konsumsi budaya paling dominan. Dari video pendek di TikTok hingga serial streaming di Netflix, hiburan menawarkan ruang untuk "melarikan diri" dari kenyataan sehari-hari yang penuh tekanan. Dalam perspektif kritis Theodor W. Adorno, hiburan bukan sekadar sarana relaksasi, melainkan mekanisme kontrol yang mempertahankan status quo melalui apa yang ia sebut sebagai culture industry (Adorno, 1944). Melalui pendekatan ini, kita dapat mengevaluasi fenomena escapism modern.

Hiburan sebagai Bentuk Pelarian

Fenomena pelarian melalui konten hiburan dapat dilihat sebagai respons terhadap tekanan hidup yang semakin kompleks. Sebuah survei oleh Statista (2024) menunjukkan bahwa rata-rata orang menghabiskan lebih dari 2,5 jam per hari untuk menonton konten hiburan, dengan alasan utama mencari relaksasi dan "melupakan masalah." Fenomena ini sejalan dengan pemikiran Adorno bahwa hiburan menyediakan pengalaman pasif yang dirancang untuk mengalihkan perhatian publik dari isu-isu sosial yang mendesak. Penelitian di Inggris dan Finlandia menunjukkan bahwa konsumsi musik atau film dengan emosi negatif seperti kesedihan justru memberikan efek terapeutik bagi sebagian orang. Hal ini terjadi karena hiburan memungkinkan individu untuk merasakan emosi yang terkontrol tanpa risiko nyata, menciptakan ruang untuk katarsis (Eerola et al., 2024).

  Kritisisme Adorno terhadap Culture Industry

Menurut Adorno, culture industry menciptakan standar budaya yang homogen untuk memanipulasi massa melalui hiburan. Konten seperti serial populer atau video viral sering kali menawarkan pengalaman yang repetitif dan superfisial, yang bertujuan mengurangi kemampuan individu untuk berpikir kritis (Adorno, 1944). Misalnya, algoritma media sosial dirancang untuk mendorong konsumsi berulang, menjadikan pengguna terjebak dalam lingkaran konten tanpa akhir. Dalam konteks ini, fenomena escapism tidak lagi menjadi bentuk kebebasan, melainkan alat kontrol sosial. Dengan menawarkan "dunia alternatif," hiburan membantu meredam ketidakpuasan terhadap realitas sosial, ekonomi, dan politik.

Dampak Psikososial dari Escapism

Dampak psikologis dari hiburan sebagai pelarian bersifat dualistik. Di satu sisi, hiburan dapat meningkatkan kesejahteraan emosional, tetapi di sisi lain, dapat menyebabkan keterasingan individu dari realitas. Sebuah studi dari Badan Ekonomi Kreatif Indonesia menemukan bahwa film dengan tema ringan atau humor memiliki daya tarik tinggi karena mampu mengurangi stres akibat kehidupan sehari-hari (BEKRAF, 2023). Namun, preferensi ini juga menunjukkan bagaimana hiburan memprioritaskan kenyamanan emosional di atas refleksi kritis. Adorno memandang hiburan seperti ini sebagai bentuk pseudo-individualization---kebebasan semu yang diciptakan oleh industri budaya. Penonton mungkin merasa "bebas" memilih konten, tetapi pilihan-pilihan tersebut sudah ditentukan oleh logika pasar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline