Keluarga adalah sekelompok atau kumpulan orang yang hidup bersama melalui ikatan perkawinan atau hubungan darah. Perselisihan keluarga dapat menyebabkan pertengkaran keluarga atau krisis keluarga atau broken home. Situasi krisis dalam keluarga dapat menimbulkan kerugian bagi banyak pihak, terutama pada anak.
Keluarga yang seharusnya mengasuh, bersosialisasi, melindungi, dan menyayangi anak- bisa berantakan ketika terjadi broken home. Hubungan antara orang tua dan anak tidak akan pernah bisa dipisahkan.
Artikel ini membahas tentang pengaruh broken home dan dampaknya bagi anak yang disimpulkan dari analisis perkembangan dan pertumbuhan seorang anak usia dini (2 tahun) sampai ia remaja berusia 17 tahun yang menjadi korban broken home. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus terhadap perkembangan dan pertumbuhan anak yang menjadi korban broken home.
Masalah yang Sering Dihadapi oleh Anak Broken Home
Akibat dari broken home tentunya berdampak signifikan terhadap hubungan antara orang tua dan anak, baik dari segi komunikasi maupun pendidikan intelektual, psikologis dan anak. Anak-anak yang dimaksud disini mulai dari kecil, remaja hingga dewasa.
Berikut merupakan beberapa dampak yang dapat dialami oleh anak broken home :
1. Masalah emosional
Perpisahan orang tua sangat mempengaruhi keadaan emosional seorang anak. Anak merasa kehilangan, sedih, bingung, takut, dan marah.
Hal tersebut bisa disebabkan oleh kurangnya perhatian dan kasih sayang dari orang tua yang seharusnya diberikan kepada anak-anak seuisanya. Tak jarang anak merasa marah atau justru menyalahkan diri sebagai penyebab perpisahan orang tuanya.
2. Gangguan mental
Anak broken home juga rentan mengalami depresi dan gangguan kecemasan. Selain karena kedekatan orang tua dan anak berkurang setelah perceraian, berbagai perubahan yang harus dijalani oleh anak, misalnya bolak-balik antara rumah ayah dan rumah ibu, dapat menambah stres pada anak.
3. Gangguan perilaku
Sebagian anak broken home juga mengalami suasana hati yang tidak menentu atau gangguan suasana hati lainnya. Anak cenderung akan sering mencari perhatian dan kasih sayang dari orang lain, yang sebelumnya tidak ia dapatkan sebagai seorang anak. Perceraian juga berkontribusi dalam mendorong perilaku antisosial pada anak.
4. Mengalami trauma
Anak korban broken home memiliki ketakutan akan kehilangan seseorang di dalam hidupnya. Mereka memiliki ketakutan akan pernikahan karena takut yang dialami orang tuanya akan terjadi pada dirinya.
Jadi, broken home memiliki efek ganda pada anak yaitu masalah emosi, gangguan mental, masalah perilaku dan mengalami trauma. Hal ini dapat diatasi dengan terapi psikologis, anak menggali cara menyalurkan perasaan maaf atau kemarahan yang mungkin tidak tersampaikan. Ini dapat membantu menemukan titik di mana anak dapat berdamai dengan dirinya sendiri dengan bantuan seorang psikolog.