Lihat ke Halaman Asli

Rok Mini Si Kecil

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kadang-kadang lucu juga sih lihat anak cewe yang masih kecil dipakaikan pakaian mini-mini. Rok pendek, baju tanpa lengan misalnya. Apalagi kalau memang wajahnya imut-imut, jadi tambah bikin gemes. Ya namanya juga anak kecil, memang sudah dasarnya anak kecil itu lucu, dan ngegemesin. Selain memang karena wajah mereka masih keluaran baru, mungkin juga karena mereka belum punya dosa, jadinya terlihat polos dan bersih, nggak seperti kalian. Lho.. Iya deh kita. Tapi perasaan lucu karena melihat anak kecil berpakain mini itu sudah lama nggak muncul lagi. Bukan karena nggak pernah lihat lagi, tapi karena perasaan yang muncul sudah mulai berbeda.  Bukan lagi lucu dan gemes, tapi lebih kepada rasa kasihan karena sudah seharusnya sedari usia dini, anak-anak diajarkan budaya yang penuh dengan kesopanan. Kalau bahasa kita sih bilangnya budaya timur. Atau lebih tepatnya adalah menggunakan bahasa agama, yaitu budaya syar’i, budaya yang “ngikut”  Alquran dan Hadits. Sekarang kalau saya tanya ke  orang tuanya “Apakah anda mau jika anak anda yang cantik dan imut ini tetap berpakaian seperti ini sampai dewasanya mereka?”. Bisa jadi banyak juga yang akan menjawab “iya” dengan alasan zaman yang sudah modern, zaman kebebasan, zaman berekspresi, dll.  Tapi yang menjadi target tulisan saya ini lebih kepada para orang tua yang menjawab “tentu tidak”. Karena itu berarti mereka ingin anaknya mengenal norma-norma agama, salah satunya dalam hal berpakaian. Tidak mengumbar aurat, tidak bergaya seperti wanita-wanita yang “terpaksa” menempuh jalan hidup mereka yang hitam malam. Saya gambarkan begini : Kalau kita nggak ingin anak kita suka mencuri, ya jangan ajarkan anak kita mencuri. Kalau kita nggak ingin anak kita jadi pemabuk, ya jangan ajarkan anak kita meminum khamr. Kalau kita nggak ingin anak kita jadi penjudi, ya jangan ajarkan cara bermain judi. Maka, kalau kita nggak ingin anak kita berpakaian minim ketika dewasa, ya jangan ajarkan dia berpakaian minim meskipun masih usia dini. Dan bukankah justru usia dinilah waktu bagi sang anak belajar tentang kehidupan. Kemungkinan besar, apa yang mereka peroleh di usia dini, itulah yang melekat di pikiran mereka, dan bisa menjelma menjadi kepribadian si anak sampai dewasa nanti. Dulu, waktu saya masih SMP, alhamdulillah ada teman yang membukakan pikiran saya waktu itu. Pas saat itu lihat teman cewe di kelas ada yang hobi pakai rok jauh di atas lutut, baju ketat, dan lengan pendek banget. Kami berdua bergeleng-geleng (tentu karena penilaian negatif kami terhadap cewe itu). Kemudian teman saya nyeletuk pelan-pelan ke saya “dulu waktu kecil kata mamanya “nggak apa-apa kan masih anak kecil”, sudah SMP mamanya bilang lagi “nggak apa-apa, ini kan masih proses. Nanti kalau dia sudah dewasa, baru harus betul-betul diperhatikan cara berpakaiannya” eeehh sudah dewasa mamanya bilang “Nggak apa-apa, kan dia sudah dewasa, dia bisa pilih sendiri mana yang menurut dia baik untuk dirinya”". Nah, susah kan? sehingga sama saja tidak ada waktu untuk mendidik dan memperbaiki. Karena setiap masa selalu diberikan “udzur” untuk dikatakan “belum waktunya” atau “sudah lewat masanya”. Artinya, mbok ya dari kecil, dari dini diperkenalkan pakaian syar’i. Masa sih karena kasihan si anak kepanasan kalau pakaiannya tertutup? Bukankah justru melatih agar dia terbiasa berpakaian seperti itu. Yang katanya panas, ternyata justru melindungi kulit dari sinar matahari yang panas, yang ketika nanti dia tumbuh menjadi gadis dia gak perlu malu karena kulitnya belang-belang gara-gara sebagian gosong dan sebagiannya lagi nggak. Iya kan? Jadi tidak ada alasan untuk tidak memperkenalkanan anak tentang pakaian syar’i. Dan bukan justru dianggap mumpung belum terkena catatan dosa, terus dikasih kesempatan melakukan yang salah, dengan harapan nanti besar sudah tidak lagi melakukan karena sudah puas dilakukan di masa kecil. Benar-benar pikiran kita ini sudah banyak yang terbalik ya. Tapi mudah-mudahan sedikit-sedikit menjadi bukit, semakin banyak dari kita yang tersadar dan segera memperbaiki diri. Bahwa masa kecil itu bagai emas yang nggak boleh kita buang begitu saja. Kalau kita jaga, insyaAllah emas itu akan tetap ada, tapi kalau kita cuekin ya harap sadar bahwa susah kalau mau kembali mendapatkannya. Semoga kita bisa terus belajar dan memperbaiki. Mohon maaf nih tulisannya agak berantakan, tapi mudah-mudahan bisa dirasakan manfaatnya untuk dunia dan akhirat kita. Aamiin




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline