Lihat ke Halaman Asli

Para Penyembah dan Penyembuh Kecepatan

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

1.

BEBERAPA tahun lalu, saya menonton seorang reporter dengan bangga pergi ke tempat jauh hanya untuk meliput diri dan medianya sendiri. Dia melaporkan kepada pemirsa yang sedang waswas bahwa stasiun televisi tempatnya bekerja adalah media pertama yang tiba di lokasi bencana yang terisolasi itu. Di dekat sang reporter, seperti yang anda bisa bayangkan, seorang perempuan sudah disiapkan untuk menjawab pertanyaan: Bagaimana perasaan ibu?

Di saluran televisi lain, beberapa bulan kemudian, seorang pengantar kabar tiba-tiba memenggal satu acara hiburan yang saya saksikan di bagian yang kurang tepat. Dengan wajah seolah tampak sedih, dia muncul bersama berita kematian seorang public figure.Tak berselang lama, tanpa mampu menutupi rasa malu, orang yang sama hadir kembali. Atas nama medianya, dia meminta maaf telah melakukan kekeliruan. Tokoh yang baru dia kabarkan meninggal ternyata masih hidup.

Peristiwa menggelikan semacam itu akan sering tampil di media yang meyakini waktu sebagai arena balapan. Mereka meletakkan akurasi berita jauh di belakang nafsu mengibarkan bendera sebagai yang pertama mengabarkan. Faktanya, mereka sedang berlomba menjadi yang terutama mengaburkan.

Media sering menjadi peserta lomba cepat-tepat. Mereka melihat peristiwa sebagai pertanyaan rebutan. Saya ingat saat ikut lomba semacam itu. Beberapa kali saya memencet bel, merebut pertanyaan, dan berhasil menjawab salah. Nilai tim kami berkurang dan gagal menjadi juara.

Bagi yang jarang menonton televisi, kondisi serupa bisa ditemukan di media sosial di internet. Perhatikan bagaimana terburu-burunya orang di Twitter, misalnya. Tampaknya jempol sebagian orang selalu melek, bahkan ketika otak mereka sedang tidur.

2.

PEKAN lalu, saya ke toko buku dan menemukan ada kian banyak buku laris semisal 30 Hari Menjadi Mesin Uang dan seri menguasai sesuatu dalam 100 menit atau kurang. Di rak khusus anak-anak, ada seri 1 menit dongeng pengantar tidur. Tampaknya, semakin banyak orang yang senang membaca buku yang gampang dan ringan. Mereka malas membaca buku-buku yang membuat mereka berpikir. Sungguh, mereka telah menemukan satu jalan pintas dan mudah untuk menyia-nyiakan dan merusak kesehatan otak mereka! Buku-buku semacam itu, yang ditulis untuk dan oleh orang yang gemar tergesa dan malas berpikir, merupakan bukti semakin banyak manusia yang memilih jadi penyembah kecepatan.

Kita bisa menemukan deretan bukti lain dengan mudah. Restoran cepat saji ada di mana-mana lengkap dengan layanan take away dan delivery. Seseorang bisa meninggalkan pasangannya hanya karena tak kuat menunggu balasan pesan pendek selama dua jam. Di antrean, orang saling serobot, tidak jarang ada yang mati terinjak-injak. Di persimpangan, para pengguna kendaraan tak mampu menyembunyikan ketergesaan, mereka membunyikan klakson sebelum lampu hijau menyala. Tabungan dilengkapi kartu dan orang tak perlu turun dari mobil untuk mengambil uang dari ATM. Manusia membangun rumah, termasuk rumah ibadah, semewah dan senyaman mungkin bukan sebagai tempat pulang melainkan sebagai tempat menunggu, halte.

Manusia berubah jadi mesin multitasking. Mereka yang mampu makan tanpa berbincang dengan (menggunakan) telepon genggam semakin langka. Sebagian lagi, tidak mampu menikmati acara makan karena dikejar urusan lain. Menjadi penyebab seseorang menunggu merupakan kesalahan fatal.

3.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline