Kita pasti sering mendengar ungkapan tersebut. Bahkan tidak jarang mungkin, kita ikut melontarkannya. Slogan yang menggambarkan, sebuah pencapaian ketika jejak usia telah menorehkan angka empat puluh tahunan. Usia yang dicitrakan sebagai lambang kesuksesan.
Mengapa demikian? Karena saat usia masih belia, kebanyakan dari kita hidup dengan bersenang-senang. Belum ada beban di pundak kita, sehingga kita bebas menjadi apapun. Kita menganggap, masa muda tidak boleh disia-siakan karena hanya datang sekali dalam hidup.
Tentu saja, merupakan hal yang wajar, mengingat kita belum merasakan kerasnya kehidupan.
Maka saat memasuki usia empat puluh tahun tersebut, seseorang dianggap telah matang secara fisik, emosional dan spiritual. Karena ia telah berhasil menempa dirinya melalui pahit getir kehidupan, sehingga terbentuklah proses pendewasaan pada dirinya. Jadi, idealnya pada usia tersebut, stereotype yang berlaku di masyarakat adalah, usia ambang batas untuk menapaki puncak kesuksesan.
Terlepas dari pencapaian tersebut. Usia empat puluh adalah sebuah sinyal yang dikirimkan Allah. Tentang tanggung jawab, tentang sebuah perjalanan hidup. Dihabiskan untuk apa usia kita, yang merupakan sudah lebih dari separuh perjalanan hidup ini, (jika menghitung usia rata-rata kita hidup)
Jelas usia empat puluh tahun bagi seorang anak manusia adalah usia yang sudah sangat matang. Mental dan emosinya sudah benar-benar tertempa dengan baik, sehingga ia bersiap memasuki fase kehidupan selanjutnya.
Itu artinya, usia empat puluh tahun telah menjadi titik balik seseorang, dimana jika ia ingin mengambil sebuah keputusan, haruslah melalui perhitungan dan pertimbangan yang sangat matang.
Dan, tak kalah pentingnya adalah, jika selama ini seseorang terlalu sibuk dengan dunianya, maka pada usia ini, ia juga harus mulai sadar dan mulai meyiapkan bekal untuk hidupnya di akhirat kelak.
Karena ...
Sebuah nasehat dari Imam Ghazali menyebutkan;
"Usia empat puluh tahun adalah sebuah pertanda, sebuah isyarat. Seperti sebuah ikhtisar masa depan. Jika di usia itu kebaikan lebih mendominasi, maka itu sebuah pertanda baik untuk kehidupannya nanti".
Itu artinya jika seseorang pada usia empat puluh tahun ia menjadi orang baik, maka seperti itulah kehidupan selanjutnya. Namun, jika belum sadar juga, masih sibuk dengan duniawi, yang suka judi, judi terus, yang suka main perempuan main perempuan terus. Nah, jika pada usia tersebut ia belum sadar, belum taubat, maka selanjutnya dapat dipastikan ritme kehidupan ke depannya tidak akan berubah.
Maka sudah sepantasnya saat seseorang berusia empat puluh tahun. Ia meluangkan waktu sejenak untuk bermuhasabah diri. Melakukan instrospeksi diri atas segala amalan yang telah dilakukan selama ini.
Apakah amalan tersebut mampu membawa kepada kebaikan kelak di akhirat atau justru sebaliknya.
Momentum usia ini, juga harus menjadi tonggak awal perubahan yang lebih besar. Jadikan fase ini sebagai sarana untuk menguatkan tekad dalam memperbaharui semangat perjuangan hidup, karena kehidupan ini tak akan pernah berhenti walau sedetik pun, ia akan tetap terus berjalan tanpa menunggu kesiapan kita.