Lihat ke Halaman Asli

KKN Appel

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1 KKN DIMASA ORDE REFORMASI

hmusilaban2011@gmail.com

Tahun 2003/2004 saya mengunjungi Balai Percobaan Tanaman (saya lupa nama lengkapnya) di Gugur di sebelah barat kota Balige di lereng gunung Dolok Tolong. Katanya lembaga ini adalah badan pelaksana penyelidiakan dan percobaan tanaman keras dari Departemen Pertanian dibawah binaan Dinas Pertanian tingkat Provinsi. Lembaga ini pernah mendapat proyek percobaantanaman appel ratusan pohon. Karena saya sedang mengadakan percobaan tanaman appel di desa saya Siponjot Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbang Hasundutan, mendengar berita tentang proyek ini, maka saya pergi kesana sebenarnya untuk belajar juga. Tetapi apa yang saya temukan disana?

Bibit appelnya di datangkan dari Batu Malang. Taman itu sudah mulai tumbuh tapi sambungan batang bawah dan batang atas bibit okulasian tertanam dalam tanah dan cabang-cabang appel liarnya ikut tumbuh malah lebih subur. Ketka saya tanyakan kenapa begitu cara menanamnya dan kenapa cabang appel liarnya di biarkan tumbuh? Saya malah mendapat bukannya jawaban melainkan pertanyaan: bagaimana seharusnya? Kan mestinya mereka lebih tau dari saya? Saya tanyakan apa mereka tidak dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan untuk itu atau setidak-tidaknya apakah tidak ada buku tentang tanaman appel yang dapat dipelajari? Mereka tidak dilengkapi dengan hal itu, bahkan “gunting-jeruk” pun mereka tidak punya pada waktu itu. Lalu saya terangkan dan jelaskan secara tiori dan praktek. Kebetulan saya bawa gunting jeruk dan buku tanaman Appel dan mereka minta pinjam agar bukunya dapat di fotocopy dengan janji akan dipulangkan secara langsung paling lama satu bulan (tempat kami terpisah kurang lebih 25km). Karena lama saya tunggu-tunggu (sudah lebih 3 bulan) tidak diantarkan juga, terpaksa saya datang lagi kesana untuk mengambil buku dan gunting saya. Apa yang temukan disana? Proyek itu sudah terlantar, appelnya sudah dilingkupi belukar dan alang-alang (bahasa Batak:tarulang). Saya sedih melihatnya dan saya tanyakan kenapa demikian? Jawabannya paling hebat: biaya proyeknya sudah habis. Mendengar jawaban itu saya menangis dalam hati. Tetapi ada lagi yang lebih hebat dari hal itu. Dua bulan sesudahnya saya kesana lagi dengan harapan saya akan minta bibit appel itu dari pada mati dimakan belukar. Saya tak melihat ada appel yang sudah terbengkalai tetapi tanaman jenis tanaman baru dengan proyek baru pada lahan yang sama.

Kata mereka appel dan belukarnya sudah mereka babat dan bakar diganti dengan tanaman baru…..?????? Saya tak dapat lagi bersedih dan menangis tetapi berurai airmata dalam hati. Tahukah anda siapa pimpinan lembaga ini pada waktu itu? Ternyata beliau kebetulan adalah seorang ibu dengan latar belakang pendidikannya bukan pertanian melainkan perikanan. Suaminya PNS di kantor Kabupaten. Ini keterangan langsung dari yang bersangkutan. Ooohhh KKN mau dibawa kemana bangsaku ini?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline