Lihat ke Halaman Asli

"Kapal Induk" Indonesia

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“KAPAL INDUK” INDONESIA

hmusilaban2011@gmail.com

Dalam rangka persiapan perebutan kembali Irian Jaya(sekarang Papua) awal tahun 60-an, Indonesia dalam hal ini PYM PBR PTABRI (Paduka Yang mulia Pemimpin Besar Revolusi Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republic Indonesia, demikian harusdisebut secara lengkap) , memesan dan membeli persenjataan dari USSR, Uni Soviet. Salah satu yang akan dipesan (walaupun dalam bentuk utang) adalah kapal induk dan sudah barang pesawat-pesawat tempur yang sesusai untuk itu. Almarhum Letjen GPH Jatikusoemo dalam suatu rapat menyampaikan kepada Bung Karno bahwa tidak perlu memesan kapal induk karena dia punya kapal induk. Bumg Karno heran dan bertanya dengan suara keras: “apaan kau ini, dari mana kau punya kapal induk?”. Pak Jatikusoemo, yang pada waktu itu berpangkat Brigadir Jendral adalah Direktur Zeni Angkatan Darat, berkata: “saya memang tidak punya kapal induk secara fisik, tetapi saya punya pasukan Zeni. Dari sini sampai Irian Barat terdapat rangkaian pulau yang besar dan kecil dan di pulau-pulau tersebut dapat saya bangun lapangan-lapangan terbang tempur yang jumlahnya yang cukup banyak. Kalau beli kapal induk bisa ditenggelamkan musuh tetapi kalau lapangan terbang di bombaridir paling rusak sedikit dan mudah diperbaiki. Yang perlu dibeli adalah alat-alat berat pekerjaan konstruksi jalan dan lapangan terbang. Semua peserta rapat termasuk Bung Karno memahami dan menyetujui pendapat itu dan langsung Bung Karno memerintahakan Pak Jati menyusun daftar pesanan pembelian alat-alat berat tersebut dan mengadakan persiapan pembuatan rangkaian lapangan terbang sesuai dengan pandangan dan pertimbangan strategis.

Pada waktu itu hampir di tiap Kodam ada Batalyon Zeni dan di Kostrad ada 6 Bataliyon Zeni yang terdiri 3 Batalyon Zeni Konstruksi, 1 Batalyon Zeni Ampibi, satu 1 Batalyon Zeni Para dan 1 Batalyon Zeni Tempur.

Dalam rangka itulah penulis, yang pada waktu itu seorang letnan dua yang baru lulus dari Akmil Jurtek ( Akademi Militer Jurusan Teknik), bertugas memimpin pasukan membangun dan memelihara lapangan terbang tempur di Letfuan Pulau Kei. Termasuk memelihara, karena landasan lapangan terbang tidak diaspal tetapi hanya landasan tanah yang kalau dipakai take off atau landing harus segera diratakan dengan grader dan dipadatkan dengan roller. Pekerjaan pembuatannya cukup berat karena tanahnya adalah tanah batu karang yang sangat keras tetapi pemeliharaannya tidak begitu sulit karena tanah berkarang yang sudah rata, disiram dengan air dan di lindas dengan roller bisa cepat padat. Panjang landasan itu 2800 meter. Pembuatan lapangan terbang itu dibantu oleh pasukan sukarelwan sebagai tenaga pekerja dengan pakaian dan perlengkapan mereka yang sanagt sederhana yang didatangkan dari Jawa.

Penulis tidak tau apakah landasan itu sekarang masih ada dan digunakan atau barangkali sudah kembali menjadi hutan atau menjadi kebun rakyat.

Sekarang penulis berfikir, kenapa pasukan Zeni TNI AD tidak dikerahkan membangun rangkaian jalan dan lapangan terbang perintis di Papua dan Papua Barat? Ada yang berbisik: nanti tidak ada proyek dan……………...Iya ya.., biar saja katanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline