Lihat ke Halaman Asli

Humas NTT

Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Nusa Tenggara Timur

Marciana Tegaskan Pemda Ikut Berperan Susunan Tata Tertib bagi Pengungsi

Diperbarui: 18 Oktober 2022   08:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Doc. Humas Kemenkumham NTT

Kupang - Kepala Kanwil Kemenkumham NTT, Marciana Dominika Jone membuka acara Konsinyering Tata Tertib bagi Pengungsi di Wilayah Kota Kupang, Kamis (13/10/2022). Acara yang diinisiasi Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Kupang ini turut dihadiri Koordinator Detensi Imigrasi dan Deportasi Ditjen Imigrasi, Douglas Orlando Andreas Simamora, Kepala Divisi Keimigrasian, I. Ismoyo, dan Kepala Rumah Detensi Kupang, Heksa A. Soepriadi beserta jajaran.

Sementara peserta konsinyering melibatkan perwakilan dari Kantor Wilayah Kemenkumham NTT, Kantor Imigrasi Kelas I TPI Kupang, Kepala Rumah Detensi Kupang, Badan Kesbangpol Kota Kupang, Dinas Sosial Kota Kupang, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Kupang, Kodim 1604/Kupang, Polres Kupang, Kejari Kota Kupang, Satpol PP Kota Kupang, BAIS TNI, dan IOM Kupang.

Dalam sambutannya, Marciana mengatakan, saat ini terdapat 197 orang pengungsi di Kota Kupang yang tersebar di 3 tempat penampungan yakni Hotel Kupang Inn, Hotel Lavender, dan Hotel Ina Bo'i. Mayoritas atau sebanyak 194 orang merupakan pengungsi asal Afghanistan dan 3 orang berasal dari Pakistan.

"Penanganan pengungsi dari luar negeri telah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 125 Tahun 2016, dimana pemerintah daerah ikut berperan khususnya dalam penempatan pengungsi pada tempat penampungan," ujarnya.

Menurut Marciana, tempat penampungan bagi pengungsi ditentukan oleh pemda kabupaten/kota sesuai amanat Pasal 26 ayat (1). Salah satu prosedurnya, harus ada penyerahan pengungsi oleh Rumah Detensi kepada pejabat yang ditunjuk oleh pemda kabupaten/kota. Pejabat tersebut juga menetapkan tata tertib di tempat penampungan.

"Pengungsi wajib mematuhi tata tertib di tempat penampungan, adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat setempat, dan ketentuan peraturan perundang-undangan," jelasnya.

Disisi lain, lanjut Marciana, pengungsi dalam perspektif HAM masuk ke dalam kelompok rentan. Saat ini, pemenuhan hak-hak pengungsi dari kacamata HAM seperti derajat kesehatan, pendidikan, dan lainnya masih menjadi keprihatinan bersama. Namun, keberadaan pengungsi juga menimbulkan masalah sosial yang berpotensi mengganggu ketenangan masyarakat bahkan bisa merembet menjadi konflik horizontal jika tidak ditangani dengan baik.

"Oleh karena itu, terlebih dahulu perlu disusun daftar permasalahan yang ada sebelum membuat tata tertib bagi pengungsi," terangnya.

Marciana juga mendorong pemda agar dapat melaksanakan mandat Perpres dimulai dari Kota Kupang sebagai pilot project pertama. Kemudian bagi jajaran Rumah Detensi, pihaknya meminta agar dilakukan pengawasan terhadap keberadaan pengungsi di tempat penampungan dengan menerapkan sistem shift. Pengawasan ini perlu dilakukan untuk mencegah pengungsi berbuat hal-hal yang tidak diinginkan sehingga berpotensi menimbulkan masalah sosial.

Kepala Divisi Keimigrasian, I. Ismoyo mengatakan, pemerintah daerah termasuk instansi terkait seperti Kepolisian dan TNI serta Rumah Detensi memang disebutkan di dalam Perpres No.125 Tahun 2016. Baik dalam perannya melakukan teknis penampungan, pengamanan, perlindungan, maupun pengawasan. Oleh karena itu, pemda dan instansi dimaksud menjadi komponen penting yang harus duduk bersama melakukan sharing informasi permasalahan pengungsi dan mengatur tata tertib bagi pengungsi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline