"Tidak ada negara yang biasa berdiri sendiri dalam melawan kejahatan seperti itu ataupun memberantasnya. Semua negara tidak punya pilihan untuk mengatasi kompleksitas itu kecuali menggunakan sebuah mekanisme global dalam memerangi tindak pidana trans-nasional"
YOGYAKARTA-- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto mengatakan kejahatan transnasional saat ini terus berkembang dan teroganisir sehingga memudahkan para pelaku untuk bias melarikan diri dari hokum.
Para pelaku kejahatan transnasional yang tidak mengenal perbatasan sebuah negara saat ini, tak hanya mencakup tindak pidana terorisme saja. Namun juga sudah mencakup tindak pidana perdagangan gelap seperti obat-obatan terlarang, perdagangan manusia, perdagangan satwa yang dilindungi, perdagangan kayu illegal, penyelundupan senjata, pencucian uang, pembajakan laut, kejahatan ekonomi internasional dan kejahatan dunia siber (cybercrime).
"Tidak ada negara yang biasa berdiri sendiri dalam melawan kejahatan seperti itu ataupun memberantasnya. Semua negara tidak punya pilihan untuk mengatasi kompleksitas itu kecuali menggunakan sebuah mekanisme global dalam memerangi tindak pidana trans-nasional," kata Wiranto, saat membuka 6thMeeting of Attorneys General/Ministers of Justice and Minister of Law on the Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters(Among Like-Minded ASEAN Member Countries) (AGs/Ministers Meeting on MLAT ke-6) di Hotel Royal Ambarrukmo, Yogyakarta, Kamis (25/4/2019).
Dia menjelaskan melakukan pemberantasan tindak pidana transnasional harus segera dilakukan sebuah negara, jika tidak hal ini akan merusak proses politik, melemahkan keamanan, membahayakan masyarakat, menghambat pembangunan ekonomi dan menghalangi pemerintahan sebuah negara yang sudah berjalan dengan baik.
"Dalam memberantas tindak pidana transnasional, Indonesia dan negara-negara lainnya tentu sudah melakukan beberapa tindakan seperti yang dilakukan dalam negeri melalui undang-undang dan kebijakan, sedangkan secara regional dan internasional melalui kerjasama bilateral, regional dan multilateral melalui Mutual Legal Assistance in Criminal Matters(MLA) atau bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana," ujarnya.
Khusus di Asia Tenggara, kata Wiranto, negara-negara yang tergabung dalam ASEAN juga sudah melakukan beberapa kerjasama hukum internasional dengan komponen penting dari penyelidikan hingga penuntutan pidana. Beberapa kerjasama yang menguntungkan negara ASEAN yakni ekstradisi, bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana, Interpol dan kerjasama polisi se-ASEAN (ASEANPOL).
ASEAN juga telah melakukan upaya kolektif di tingkat regional dan internasional untuk memerangi kejahatan transnasional. Para pemimpin negara ASEAN juga telah mendorong beberapa badan sektoral yang relevan seperti ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crimesatau Pertemuan Tingkat Menteri ASEAN tentang Kejahatan Lintas Negara (AMMTC), ASEAN Law Ministers Meetingatau Pertemuan Para Menteri Hukum ASEAN (ALAWMM), dan ASEAN Defence Ministers Meetingatau Pertemuan Menteri Pertahanan ASEAN (ADMM) yang bertujuan meningkatkan kerjasama serta koordinasi dalam menangani masalah tindak pidana transnasional.
"MLA yang dioperasikan bersama dengan kerjasama hukum yang ada adalah salah satu instrumen paling penting untuk investigasi lintas batas dalam penegakan hukum internasional. Dalam banyak kasus, akses ke informasi, dokumen, dan intelijen diperlukan agar otoritas penegak hukum berhasil mendeteksi, mencegah, dan menyelidiki kejahatan," ungkapnya.
Kendati sudah terikat dengan MLA di negara ASEAN masih menghadapi beberapa tantangan dan implementasi instrument hukum yang ada. Untuk itu, perlu ada perbaikan MLA antar negara ASEAN seperti bagaimana mengembangkan praktik terbaik untuk memungkinkan bantuan yang luas dan cepat, bagaimana meningkatkan efektivitas dan kinerja otoritas pusat di masing-masing negara, dan bagaimana memanfaatkan teknologi terbaru untuk mendukung eksekusi permintaan MLA.