Lihat ke Halaman Asli

Ditjen AHU: RUU Hukum Pidana Internasional Diharapkan Rampung Tahun Ini

Diperbarui: 15 April 2019   06:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. Humas Ditjen AHU

BANDUNG - Dalam perjalanannya hukum selalu mengalami perubahan mengikuti dinamika masyarakat. Perkembangan globalisasi yang semakin pesat di bidang ekonomi, perdagangan, sosial, budaya, ilmu pengetahuan, dan teknologi pada dewasa ini, telah memberikan warna dalam perkembangan hukum.

Untuk itu. Kementerian Hukum Dan HAM melalui Direktorat Jenderal Administrasi Humum Umum (Ditjen AHU) dan Badan Pembinaan Hukum Nasional  (BPHN) terus lakukan pembahasan Rancangan Undang - Undang (RUU) Hukum Perdata Internasional ( HPI ). RUU HPI  sudah lama dibahas dari  dekade (1987) hingga saat ini belum kunjung selesai.

"Maka di tahun ini RUU HPI sekaligus menggantikan aturan tentang  HPI diharapkan dapat terselesaikan," kata Kepala Pusat Perencanaan Hukum Nasional, Djoko Puji Raharjo yang mewakli Direktur OPHI, Saat membuka diskusi Naskah Akademik HPI, di Bandung, Jumat (13/4/19).

Djoko Puji Raharjo juga  mendukung terbentuknya RUU HPI dan mendorong dimasukkannya RUU HPI dalam Prolegnas Jangka Panjang (2019-2024) yang akan datang. Dia juga menambahkan bahwa Hukum Perdata Internasional semakin dirasakan pentingnya dalam penegakan hukum pada persoalan di bidang keperdataan.

"Potensi timbulnya persoalan-persolan di bidang keperdataan yang mengandung unsur asing semakin perlu diantisipasi beriringan dengan semakin berkembangnya partisipasi subyek-subyek hukum," tambahnya.

Menurutnya, jika dikaitkan dengan perkembangan zaman dan interaksi antar bangsa, Naskah Akademik (NA ) tersebut  sudah dianggap  ketinggalan; Menurutnya BPHN sudah sering  melakukan pembahasan soal  NA  HPI  dengan memperhatikan perkembangan situasi dan kondisi yang sudah berubah dengan cepat.

"Kami  berharap pada pembahasan kali ini ada masukan yang up to date," ujarnya.

Sementara itu Muh faiz azis, direktur pusat studi hukum dan kebijakan mengatakan urgensi dari HPI ini adalah situasi yang ada saat ini  diperlukan regulasi yang dapat mendorong dan melindungi hak-hak perdata dan hubungan antar bangsa.

Sehingga, kata Dia  masukan dan sumbang saran yang konstruktif tentang RUU HPI, dapat disumbangkan guna memperkaya gagasan dalam NA HPI.

"Masukan yang baik dan konstruktif bagi perkembangan HPI dan hukum pada umumnya," ujarnya.

Lebih jauh Lefianna Hartati Ferdinandus Direktur Hukum dan Perjanjian Sosial Budaya, Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri  menyebut  bahwa pertimbangan tentang keanggotaan Indonesia di HCCH dan penyusunan RUU berjalan secara bersamaan, sehingga tidak perlu mencari prioritas di antara keduanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline