JAKARTA - Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) dan Direktorat Jenderal Hukum dan perjanjian internasional terus lakukan pembahasan terkait Hukum Perjanjian Internasional (HPI). HPI di Indonesia masih bertumpu pada tiga pasal lama warisan Hindia Belanda. Sehingga RUU HPI perlu "dibangunkan" kembali mengingat era globalisasi dan regionalisasi yang mempengaruhi aspek hukum perdata Indonesia.
"Penyusunan kodifikasi peraturan HPI harus benar-benar memperhatikan kepentingan bangsa dan tujuan negara sebagaimana terangkum dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum," kata Diana Juliani Kepala seksi Hukum Perdata Internasional, Rabu (21/2/2019).
Sehingga kata Dia ,Pembentukan Tim Kecil di bawah koordinasi Ditjen AHU khususnya Sub Direktorat Hukum Internasional dianggap perlu guna melakukan penyisiran terhadap Naskah Akademik RUU HPI yang telah disusun oleh BPHN tahun 2015.
"Penyempurnaan substansi dengan diskusi dengan pakar di Malang (Agustus 2018), di Bandung (Agustus 2018), di Bali (September 2018), Kuala Lumpur (September 2018), dan Jayapura-Merauke (November 2018)," ujar Dina.
Selain itu, aturan tertulis ini diperlukan juga sebagai pedoman bagi para hakim di pengadilan dalam menangani perkara perdata lintas negara yang selama ini masih menggunakan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek).
Dia juga menyebut Kodifikasi Hukum perdata internasional dapat menjadi payung hukum dari ilmu hukum lainnya (tata negara/kewarganegaraan-pewarganegaraan, hukum ekonomi/mis.arbitrase, hukum public/mis. Perburuhan).
"Penyusunan kodifikasi peraturan HPI harus benar-benar memperhatikan kepentingan bangsa dan tujuan negara sebagaimana terangkum dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945," ujarnya.
Dirinya menambahkan tujuan utama dari HPI adalah melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan tetap mengindahkan pelaksanaan ketertiban dunia. Dia menambahkan minimnya pengetahuan masyarakat tentang pemilihan forum hukum ketika masyarakat dihadapkan pada suatu perkara HPI baik di forum pengadilan maupun diluar pengadilan.
"Masyarakat masih minim tentang pilihan hukum dalam melakukan perjanjian di diluar negeri," tutupnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H