Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset pertama kali diperkenalkan di Indonesia untuk memberikan instrumen hukum yang lebih kuat dalam menanggulangi tindak pidana serius, terutama yang berkaitan dengan korupsi, pencucian uang, dan pendanaan terorisme. RUU ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memperkuat sistem pemberantasan kejahatan ekonomi dan korupsi, serta memastikan bahwa hasil dari kejahatan tersebut tidak bisa dinikmati oleh pelaku.
Pentingnya RUU ini muncul dari fakta bahwa banyak pelaku kejahatan, terutama dalam kasus korupsi, yang berhasil menyembunyikan aset-aset hasil kejahatannya di luar jangkauan hukum. Sering kali, meskipun seseorang telah dinyatakan bersalah oleh pengadilan, mereka masih bisa mempertahankan kekayaan yang diperoleh secara ilegal, yang sulit untuk dibuktikan atau disita. Dengan adanya RUU ini, negara diberi kewenangan untuk merampas atau menyita aset yang diduga berasal dari hasil kejahatan tanpa harus menunggu adanya putusan pengadilan yang memvonis pelaku kejahatan tersebut.
Secara umum, RUU Perampasan Aset memiliki beberapa tujuan dan prinsip dasar, antara lain:
1. Pengembalian Kerugian Negara
Salah satu tujuan utama RUU ini adalah untuk memulihkan aset yang diperoleh melalui cara-cara ilegal, sehingga negara dapat mengambil kembali harta yang seharusnya menjadi milik masyarakat.
2. Mencegah Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme
RUU ini bertujuan untuk memperkuat mekanisme hukum dalam mencegah dan menanggulangi pencucian uang serta pendanaan untuk terorisme. Dengan menyita aset yang berkaitan dengan kejahatan-kejahatan tersebut, negara dapat mengurangi dampak negatif dari tindakan kriminal ini.
3. Perampasan Aset Tanpa Putusan Pengadilan
Dalam beberapa hal, RUU ini memungkinkan perampasan atau penyitaan aset meskipun pelaku kejahatan belum dihukum oleh pengadilan. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah negara dalam menanggulangi kejahatan yang memiliki dampak besar pada perekonomian dan keamanan negara.
4. Perluasan Tindak Pidana yang Dapat Dikenakan Perampasan Aset
RUU ini mengatur bahwa tidak hanya tindak pidana yang berhubungan langsung dengan kejahatan ekonomi (seperti korupsi atau pencucian uang), tetapi juga kejahatan lainnya, seperti terorisme, bisa dikenakan tindakan perampasan aset.
5. Prosedur dan Mekanisme Penyitaan Aset
RUU ini juga mengatur prosedur yang lebih jelas dan terperinci dalam proses penyitaan, termasuk mengenai mekanisme administrasi, hak-hak pemilik aset, serta prosedur pengadilan yang perlu ditempuh untuk menilai apakah perampasan atau penyitaan tersebut sah.
Kontroversi dan Kritik
Penerapan RUU Perampasan Aset sering kali menimbulkan kontroversi, terutama terkait dengan hak asasi manusia dan asas praduga tak bersalah. Beberapa kritik yang muncul antara lain:
Pelanggaran Hak Asasi Manusia: Ada kekhawatiran bahwa perampasan aset tanpa putusan pengadilan yang sah bisa melanggar hak individu untuk memiliki properti atau harta tanpa adanya proses hukum yang jelas.
Penyalahgunaan Kewenangan: Penyalahgunaan kewenangan dalam proses penyitaan atau perampasan aset bisa berpotensi terjadi, terutama jika tidak ada pengawasan yang ketat.
Kepastian Hukum: Beberapa pihak berpendapat bahwa RUU ini bisa menciptakan ketidakpastian hukum bagi pemilik aset yang mungkin tidak terbukti bersalah tetapi hartanya tetap disita.