Lihat ke Halaman Asli

Rio Estetika

Dengan menulis maka aku Ada

Ekosistem Pendidikan Akar Rumput, Kunci Kemajuan Sekolah Muhammadiyah

Diperbarui: 28 Januari 2024   15:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen Pribadi

Kembali menyoroti persoalan pendidikan di lingkungan persyarikatan Muhammadiyah. Bukan bermaksud tendensi meremehkan Muhammadiyah, tulisan ini hadir sebagai bentuk refleksi atas pembacaan fenomena dan dinamika perguruan Muhammadiyah. Sebagai orang yang bekecimpung dan bekerja dalam sekolah milik Muhammadiyah, maka sudah sepatutnya penulis memiliki tanggung jawab moral dan akademik untuk memberikan setitik wawasan tentang perguruan Muhammadiyah beserta dinamikanya. Dengan maksud agar terdapat pembacaan oleh kader,simpatisan, dan masyarakat umum tentang eksistensi perguruan Muhammadiyah.

Penyelenggaraan pendidikan oleh Muhammadiyah telah banyak menorehkan lembaga-lembaga pendidikan yang komplit mulai dari taman kanak-kanak  hingga perguruan tinggi dan pondok pesantren. Lembaga yang sedemikian banyak dan meluas itu tentunya butuh dijaga eksistensinya. Untuk mendukung eksistensi antara satu dengan yang lain diperlukan adalah ekosistem pendidikan. Saling membantu, saling terkait antara yang satu dengan yang lain. Dalam hal ini bisa dilakukan antar jenjang pendidikan, misal perguruan tinggi Muhammadiyah (PTMA) harus mendukung SMA/SMK Muhammadiyah, SMP dengan SD, kemudian sebaliknya hingga seterusnya. Pimpinan cabang maupun ranting juga harus berkomunikasi dengan sekolah binaannya begitu juga sebalikanya. Pembentukan ekosistem pendidikan tersebut akan memperkuat imunitas lembaga pendidikan Muhammadiyah terhadap persoalan internal maupun eskternal yang mana sedikit-banyak mengganggu polarisasi kemajuan perguruan Muhammadiyah

Problem Internal

Situasi internal sekolah Muhammadiyah secara khusus dapat mengganggu kemajuan lembaga, bahkan kemungkinan terburuknya bisa membuat sekolah Muhammadiyah gulung tikar. Salah satu dinamika internal yang penulis temui adalah maraknya "nepotisme" secara vulgar dan manipulatif dalam tubuh perguruan Muhammadiyah. Alih-alih membangun Muhammadiyah dengan asas kolektif kolegial, terkadang sekolah Muhammadiyah melakukan perekrutan secara serampangan dengan memasukkan anak atau sanak famili tanpa prosesi rekruetmen yang jelas. Hal ini marak terjadi, karena sedari awal cabang maupun ranting tidak mencoba membuat nomenklatur / aturan tertulis yang tercermin dalam ekosistem pendidikan. Memang pada level akar rumput inilah sebuah ekosistem pendidikan tidak terjalian dengan baik. Ketika sekolah dirasa sudah mampu mandiri, terkadang pihak cabang atau ranting merenggangkan komunikasi yang intens begitupun sebaliknya. 

Manipulatif dalam tubuh perguruan Muhammadiyah juga banyak terjadi dalam berbagai macam bentuk dan modus. Bentuk yang paling ketara dan kerap muncul ke permukaan adalah manipulatif keuangan sekolah. Memang hal ini tidak terjadi pada semua lini perguruan Muhammadiyah, namun bagi sekolah-sekolah Muhammadiyah yang kecil dan berupaya merangkak untuk maju hal-hal manipulatif kerap terjadi. Pelaku-pelakunya adalah mereka yang mengemban jabatan dan memiliki akses yang cukup pada sumber dana, bisa jadi kepala sekolah, guru yang dapat tugas sebagai bendahara, ataupun kepala pelaksana pembangunan, dan sebagainya. Kemunculan perilaku tersebut secara sistem adalah karena tidak terwujudnya ekosistem pendidikan yang memadai, tidak adanya kontrol dan akuntabilitas secara berkala menimbulkan banyak kesempatan penyelewangan. Muhammadiyah akar rumput sejatinya memang penuh dengan hal tersebut, internalisasi ajaran nilai-nilai Muhammadiyah juga tidak segampang membalik telapak tangan.

Problem Eksternal

Contoh problem eksternal yang banyak ditemui hampir seluruh perguruan Muhammadiyah, yaitu program PPPK (Pegawai Pemerintah Perjanjian Kerja) yang kini ramai. Program ini eksodus membuat guru-guru Muhammadiyah juga berbondong untuk mendaftar, sehingga banyak sekolah-sekolah Muhammdiyah ditinggal oleh guru dan tenaga kependidikan. Hal ini lumrah terjadi mengingat sekolah Muhammadiyah juga belum mampu mensejahterakan guru-gurunya secara layak. Sedangkan program PPPK dapat menjanjikan seseorang menjadi abdi negar yang tentunya dengan besaran upah yang fantastis. Berkaca pada realitas tersebut maka wajib dan mutlak bagi gerakan akar rumput untuk menciptakan ekosistem pendidikan yang mampu mengakomodir kesejahtaeraan guru. Cabang mupun ranting harus kembali menghidupkan komunikasi yang intens dengan sekolah-sekolah dalam nuangannya. Begitupun sekolah Muhammadiyah harus aktif menjalin komunikasi, melaporkan segala bentuk berkembangan dan dinamika sekolah.

Begitulah kiranya ekosistem pendidikan perlu dibangun dalam gerakan Muhammadiyah di akar rumput. Kemajuan sekolah Muhammadiyah bergantung dari stakeholdernya untuk senantiasa terbuka, aruh dan weruh kepada pimpinan cabang maupun ranting Muhammadiyah. Bersama-sama menciptakan batas-batas nomenklatur yang disepakati bersama dan saling berkolaborasi untuk memajukan lembaga dengan mendayagunakan sumber daya yang ada secara maksimal dan dalam koridor adab maupun etika hukum yang berlaku. Lembaga Muhammadiyah bergerak dari bawah (buttom up) sedikit demi sedikit membangun ekosistem positif, kerja sama, kolaborasi hingga akhirnya melejit bersama dalam kemajuan.

Author: Rio Estetika




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline