Lihat ke Halaman Asli

Humaira Nuri

Mahasiswa

Kilas Balik Sejarah Museum Konferensi Asia-Afrika

Diperbarui: 22 September 2022   18:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Pada hari sabtu 17 September 2022, Modul Nusantara kembali mengunjungi situs bersejarah di Bandung, yaitu tepatnya di Gedung Museum Asia Afrika, ya selain berjalan-jalan banya pelajaran yang biasa di dapat dari Museum ini.

Konferensi Asia Afrika diadakan di Bandung pada tanggal 18-24 April 1955. Gerakan Non-Blok pertama ini menjadi peristiwa yang sangat penting dalam sejarah politik luar negeri Indonesia. Peristiwa ini terjadi di Gedung Merdeka. Bangunan tersebut kini digunakan sebagai Museum Konferensi Asia Afrika yang terletak di Jalan Asia Afrika Nomor 65, Bandung, Jawa Barat.

Sebelum menjadi Gedung Merdeka, gedung ini dibangun sebagai tempat berkumpulnya para elit Eropa, bernama Societeit Concordia. Bangunan yang berdiri di persimpangan Jalan Braga dan Jalan Asia Afrika ini didirikan pada tanggal 29 Juni 1879. Tujuan dari bangunan ini adalah "de bevordering van gezellig verkeer". Yaitu, meningkatkan hubungan antar bangsa Eropa di Bandung. Komunitas dari kelompok eksklusif menggunakan bangunan yang membentang di atas tanah seluas 7.983 meter persegi. Tempatnya hanya bangunan biasa, sebagian dindingnya terbuat dari papan dan penerangannya menggunakan lentera minyak tanah. Gedung ini berada di sudut jalan "Groote Postweg" (Jalan Asia-Afrika) dan "Bragaweg" (Jalan Braga). Di sisi kanan bangunan terdapat Tjikapoendoeng (Cikapundung), area sungai yang menyegarkan yang ditumbuhi pepohonan rindang. Societeit Concordia berfungsi sebagai ruang dansa, tempat hiburan, dan tempat berkumpulnya sosialita kaya di Bandung dan sekitarnya. Pengunjung Pada saat itu antara lain pemilik atau karyawan perkebunan, pejabat, dan pengusaha kaya. Selama akhir pekan, gedung ini dipenuhi oleh orang-orang yang menikmati pertunjukan seni, tarian sosial, dan makan malam.

 Kemudian pada tahun 1926, gedung ini didesain ulang dengan gaya art deco oleh Van Galen dan C.P. Wolff Schoemaker. Keduanya adalah arsitek dan profesor ternama di Technische Hogeschool (sekarang Institut Teknologi Bandung). Bangunan seluas 7500 meter persegi ini memiliki lantai marmer Italia dan kamar-kamar menggunakan kayu cikenhout serta dihiasi dengan lampu kristal di langit-langitnya. Menariknya pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, gedung ini berganti nama menjadi Dai Toa Kaman dan dijadikan sebagai pusat kebudayaan. Setelah proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, gedung ini digunakan sebagai markas para pejuang kemerdekaan Indonesia melawan pasukan Jepang.

Sepuluh tahun setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan, pada tahun 1955, rakyat Indonesia mengajukan diri untuk menjadi tuan rumah konferensi internasional yang disebut Konferensi Asia-Afrika. Sebanyak 29 negara yang mewakili lebih dari separuh total penduduk dunia saat itu mengirimkan perwakilannya. Konferensi Asia-Afrika membahas berbagai diskusi tentang keputusan yang mempengaruhi Asia selama Perang Dingin. Konferensi tersebut melahirkan Sepuluh Prinsip Bandung yang menjadi pedoman bagi negara-negara terjajah dalam memperjuangkan kemerdekaannya.

Berikut ini dasasila Bandung yaitu:

1.Menghormati hak asasi manusia.

2.Menghormati kedaulahan setiap bagian wilayah bagian negara.

3.Mengakui derajat semua ras serta derajat semua negara baik besar maupun kecil.

4.Tidak campur tangan dalam urusan negara lain.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline