Lihat ke Halaman Asli

Ibrahim dan Randa

Diperbarui: 3 Oktober 2015   10:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibrahim dan Randa dua sahabat karib. Sama-sama senang salat ke Mesjid dan sama-sama salat mereka ikut-ikutan saja. Berpegangan tangan, tersenyum riang gembira dengan langkah tegap mereka menuju mesjid.

 

Tak jarang orang-orang yang melihat menyungging senyum, lucu, kata mereka. Demikian zuhur, ashar, magrib dan Isya namun tidak demikian pada salat subuh. Dua-duanya sedang tidur pulas di rumah masing-masing. Walau begitu, semangat mereka untuk salat ke mesjid kukira memang perlu di contoh. Perlu di tiru.

 

Ibrahim empat tahun. Randa, mungkin empat belas tahun ya bang…tebakku. Nggak ah, kayaknya seumur anak SMA, sahut abang. Dia memang tinggi, mungkin hampir setinggi abang walau agak kurusan. Ibrahim belum pandai mengaji, belum sekolah dan belum begitu fasih menyebut huruf ‘r’ di awal dan di ujung kata tapi kalau ‘r’nya di tengah kata, sudah jelas. Randa, tidak pandai mengaji, tidak sekolah dan cuma bisa bilang ‘aaa, aaa, aaa’ dengan suara yang keras kalau ia sedang memberi tahu sesuatu dan terkadang lembut kalau ia sedang meminta. Persahabatan datang dari lubuk hati terdalam. Tidak ada kepentingan materi di sana. Seperti yang sedang dicontohkan Ibrahim dan Randa. Mereka kontras sekali, tetapi, persahabatan memang tidak memandang apapun. Mereka membuktikannya.

 

Semua berawal dari maksud abang yang ingin mengenalkan Ibrahim dengan mesjid. ‘Ibrahim harus terbiasa ke mesjid sejak sekarang’, kata abang.

 

‘Apa tidak terlalu cepat bang?’ Tanyaku, ‘nanti dia ribut di sana dan malah mengganggu orang-orang salat’.

 

‘Coba aja dulu’, jawab abang, yaa sudah…pikirku.

Bersama Kak Indah, kakak Ibrahim, mereka dibimbing berwudhu’ oleh ayahnya dan beres-beres perlengkapan salat. Alya, adik Ibrahim hanya melongo melihat ayah, kakak dan abangnya sibuk-sibuk.

 

Salat pertama Ibrahim ke mesjid pakai baju koko oranye yang dibelikan neneknya dua tahun yang lalu, pake lobe kekecilan ayahnya yang salah beli. Ibrahim gembira sekali. sigap tegap mengikuti langkah ayah diiringi kakaknya menuju mesjid Al-Ikhlas di depan rumah. di situlah awal pertemuannya dengan Randa.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline