Lihat ke Halaman Asli

Seorang Profesi Notaris Wajib Memiliki Nilai Etika dan Moral

Diperbarui: 11 September 2023   13:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak lepas dari kehidupan bermasyarakat yang saling berkaitan membutuhkan satu sama lain , begitu juga seorang notaris dituntut harus mempunyai jiwa sosial yang tinggi agar dapat menjadi contoh oleh masyarakat sekitar sehingga akan timbul trust yang positif dan mendukung profesinya dalam menjalankan tugas agar mencapai telos yang diinginkan masyarakat serta organisasi Notaris (bagus khusfi).

Berikut jika kita melihat dan menganalisa dari Pasal 82 UUNJ maka secara implisit disebutkan bahwa notaris adalah pejabat Profesi,

Bunyinya sebagai berikut:

1) Notaris terhimpun dalam satu wadah Organisasi Notaris

2) Wadah Organisasi Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Ikatan Notaris Indonesia

3) Organisasi Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan satu-satunya wadah profesi Notaris yang bebas dan mandiri yang dibentuk dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi notaris

4) Ketentuan mengenai tujuan, tugas, wewenang, tata kerja, dan susunan organisasi ditetapkan dalam Anggaran Dasar Rumah Tangga Organisasi Notaris

5) Ketentuan mengenai penetapan, pembinaan, dan pengawasan Organisasi Notaris diatur dengan Peraturan menteri

Dari ketentuan Pasal 82 ayat 1 sampai ayat 3 UUJN tersebut maka dapat dikatakan Notaris adalah jabatan profesi

Karena menjalani profesi hukum, siapa pun yang menjadi notaris harus memenuhi nilai moral agar sikap dan perbuatan mereka selalu mengarah pada nilai luhur dan kemuliaan. Mereka harus memiliki kekuatan moral sehingga pemikiran dan perangai tidak mengabaikan etika dan peraturan.

Intelektual, Franz Magnis Suseno, menyebutkan lima kriteria nilai moral yang mendasari kepribadian profersional hukum, sebagaimana disebutkan berikut ini (suseno, 1975).

Pertama, Kejujuran. Ini adalah sikap mendasar yang harus dimiliki banyak orang dengan berbagai latar belakang profesi, tidak terkecuali profesi hukum. Perangai ini selalu melekat pada banyak orang-orang relijius dfan juga menjadi sikap orang-orang besar. Tanpa kejujuran maka profesional hukum akan mengingkari misi profesinya, sehingga dia menjadi licik, munafik, kerap menipu orang lain, bahkan diri sendiri. Dua sikap yang terdapat dalam kejujuranyaitu:

1. Keterbukaan. Ini berkenaan dengan pelayanan masyarakat. siapa pun yang menjalani profesi hukum jangan sampai hanya memikirkan keuntungan materi. Mereka harus siap melayani dengan bayaran atau secara cuma-cuma

2. Kewajaran. maksudnya adalah tidak berlebihan, tidak otoriter, tidak angkuh dan berlaga seperti penguasa, selalu bersikap sopan dan berkata santun, mengayomi masyarakat luas dan banyak membantu mereka, bukan malah menyulitkan, menekan, bahkan menjajah mereka

Kedua, autentik, Artinya berempati dan mencurahkan segala potensi yang dimiliki, menunjukan jati diribtanpa dibuat-buat. Hal itu direalisasikan dengan mewujudkan sikap-sikap berikut ini:

1. Menjalankan wewenang dengan penuh tanggung jawab dan tidak menyalahgunakannya

2. Tidak melakukan perbuatan yang merendahkan martabat (perbuatan tercela)

3. Mendahulukan kepentingan masyarakat ketimbang kepentingan sendiri

4. Berani berinisiatif dan berbuat sendiri dengan cerdas, tidak semata-mata menunggu perintah atasan

5. Tidak mengisolasi diri dari pergaulan sosial

Ketiga, bertanggung jawab. Dalam menjalankan tugasnya, profesional hukum wajib bertanggung jawab, artinya:

1. Kesediaan melakukan dengan sebaik mungkin tugas apa saja yang termasuk lingkup profesinya

2. Bertindak secara proporsional, tanpa membedakan perkara bayaran dan perkara cuma-cuma (prodeo)

3. Kesediaan memberikan laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan kewajibannya

Keempat, kemandirian moral. Artinya tidak mudah terpengaruh atau tidak mudah mengikuti pandangan moral yang terjadi disekitarnya, melainkan membentuk penilaian dan mempunyai pendirian sendiri. Mandiri secara moral berarti tidak dapat dibeli oleh pendapat mayoritas, tidak terpengaruh oleh pertimbangan untung rugi (pamrih), menyesuaikan diri dengan nilai kesusilaan dan agama.

Kelima, keberanian moral. Ini adalah kesetiaan terhadap suara hati nurani yang menyatakan kesediaan untuk menanggung risiko konflik. Keberanian tersebut antara lain:

1. Menolak segala bentuk korupsi, kolusi, suap, pungli

2. Menolak tawaran damai di tempat atas tilang karena pelanggaran lalu lintas jalan

3. Menolak segala bentuk cara penyelesaian melalui jalan belakang yang tidak sah

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline