Lihat ke Halaman Asli

Hukman Reni

Anak Rantau

"Ujaran Kebencian", Kapitalisme terhadap Industri Indonesia

Diperbarui: 13 Januari 2020   23:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Menghadapi 2020 ini, pemerintah telah memberi "peringatan dini" kepada perokok nasional bahwa akan ada kenaikan harga rokok sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.

Jika kenaikan harga rokok itu untuk peningkatan penerimaan pajak negara, atau untuk kenaikan upah buruh pabrik rokok, mungkin tak mengapa, para perokok bisa fine-fine saja. Hitung-hitung mereka bersedekah dengan "meracuni" diri sendiri?

Barangkali betul, rokok racun bagi kesehatan. Tapi apakah benar, pesan pemerintah bahwa "rokok membunuhmu", "rokok merenggut kebahagiaan saya satu persatu", dll, itu sengaja ditempel di setiap pembungkus rokok agar rakyat indonesia sehat wal-afiat?

Lantas, kenapa minuman beralkohol yang banyak diimpor dari luar negeri tidak diberi label peringatan seperti rokok? Padahal alkohol juga berpengaruh bagi kesehatan. Adakah semacam "ujaran kebencian" terselip di iklan "larangan" merokok itu? Jangan kesusu menjawabnya.

Sebelum debat kusir iklan larangan merokok dimulai, mari melihat mitos daging kambing dan daging sapi. Sebagian orang berpendapat bahwa daging kambing menyebabkan darah tinggi dan kolestrol.

Padahal, daging sapi dan kambing memiliki nutrisi berbeda. Menurut Dokter Spesialis Gizi Klinik, dr Johanes Chandrawinata, SpGK. Daging kambing lebih menyehatkan untuk tubuh. "Daging kambing memiliki kandungan lemak dan kolesterol yang lebih rendah dibandingkan dengan daging sapi," kata Johanes sebagaimana dilansir Kompas.com, 22 Agustus 2018.

Johanes juga membantah mitos yang beredar di masyarakat tentang daging kambing dapat memicu tekanan darah tinggi. Menurutnya, itu mitos yang tak usah dipercaya lagi.

Lalu bagaimana halnya dengan rokok?. Seorang Belanda, Kees van der Griendt, telah menyusun data dari 87 negara, menggunakan data dari WHO dan CIA. Menurutnya, ternyata tingkat rata-rata perokok yang tinggi dapat diterjemahkan di banyak kasus pada panjangnya harapan hidup dan kanker paru-paru yang rendah.

Pada 1994, negara dengan harapan hidup yang paling tinggi adalah Islandia (76,6 tahun), dimana 31% laki-lakinya merokok. Yang kedua adalah Jepang, dimana 59% dari laki-lakinya merokok dan harapan hidupnya adalah 76,5 tahun.

Negara-negara lain dengan tingkat rata-rata laki-laki merokok yang tinggi dan harapan hidup yang panjang termasuk Israel (45%-75,9 tahun); Yunani (46%-75,2 tahun); Kuba (49%-74,7 tahun); dan Spanyol (48%-74,5 tahun).

Oleh karena itu tidak perlu takut bagi yang terlanjur dan coba-coba untuk merokok. Tetap tenang, santai, dan khusyu' ketika merokok.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline