Oleh: Hudriyanto
Tenggelamanya fajar kehidupan Islam diawal abad ke 20 telah menimbulkan segudang probematika, hampir seluruh manusia terjepit dalam lingkaran kesusahan dan tekanan tiada berujung. Peminggiran hak-hak perempuan dibawah bendera angkara. Posisi mereka sebagai madrasah pertama bagi anak-anaknya kemudian beralih fungsi menjadi konsumeris materi semata.
Mari kita kembali bergeser pada sejarah. Bagaimana perlakuan dan penghormatan bangsa seperti Romawi dan Persia terhadap kaum perempuan? Mereka diperlakukan sebagai mahluk yang hina tiada arti, bahkan dalam catatan sejarah lebih sadis dan kejam. Perempuan yang tak berdosa ikut ditanam ke dalam bumi manakala suaminya meninggal dunia. Kehormatan mereka dirampok secara paksa oleh hukum dan adat yang berlaku.
Lain halnya dengan bangsa seperti Mesir, mereka menganggap perempuan sebagai mahluk yang tak layak untuk hidup. Bahkan ada yang lebih kejam yang melukai kehormatan perempuan. Para suami memberikan kekusaan penuh kepada para bangsawan untuk menyetubuhi istrinya demi mendapatkan keturunan yang mulia.
Dan masih banyak lagi tindakan di luar batas ketidakadilan terhadap perempuan. Sayyidina Umar bin Khatab,sebelum sinar iman menyapa, terekam ia pernah membunuh anaknya dengan tangannya sendiri lantaran takut menanggung aib dan malu di hadapan congkaknya panji kebanggaan jahiliah.
Potret kehidupan kekejaman era jahiliah yang terekam dalam jejak sejarah penuh dengan penindasan terhadap perempuan. Sekali lagi, itulah yang pernah terjadi sebelum Islam hadir, perempuan tidak pernah mendapatkan hak-haknya di depan publik secara adil. Allah menggambarkan zaman itu dengan firmannya yang mulia.
Apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh. (QS at-Takwir, 8-9)
Padahal apabila seorang dari mereka diberikan kabar dengan kelahiran seorang anak perempuan, wajahnya menjadi hitam kelam dan dia sangat marah. Dia bersembunyi dari orang banyak disebabkan kabar buruk disampaikan kepadanya, apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan atau akan membenamkannya kedalam tanah (hidup-hidup) ingatlah alangkah buruknya yang mereka tetapkan itu. (QS an-Nahl: 58-59)
Masih banyak ayat al-Qur'an yang mengambarkan betapa biadab dan sadisnya perlakuan diberikan kepada perempuan kala itu. Belum lagi penyiksaan yang dilakukan suami terhadap istrinya, pun demikian, zaman sekarangpun tidak kalah jahiliahnya.
Kita sering mendengar dalam rintihan semensta di tengah miliyaran manusia. Seorang suami tiada merasa berdosa membunuh istrinya hanya karna persoalan ekonomi, membunuh anak lantaran aib keluarga.
Dipertengahan abad ke 19 tepanya di Prancis, pernah diadakan pertemuan besar yang dihadiri oleh para pembesar Eropa, dengan mengusung tema "Perempuan manusia ataukah setan." Ternyata kesimpulannya mengejutkan tetap memojokkan kaum wanita, pertemuan itu semakin mengokohkan diskriminasi terhadap perempuan. Mereka didaulat sebagai mahluk keturunan setan yang menjelma ke dunia.