Lihat ke Halaman Asli

Hudita A.R. Lubis

freelance writer

Fenomena Mati Menyendiri: Kodokoshi di Jepang dan Godoksa di Korea Selatan

Diperbarui: 2 September 2023   00:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(sumber: freepik.com)

Fenomena Mati Menyendiri menjadi sorotan dalam masyarakat Jepang dan Korea Selatan karena peningkatan kasus-kasus yang dilaporkan. Fenomena ini mencerminkan masalah sosial yang lebih luas yang terkait dengan isolasi sosial, kesepian, dan kurangnya dukungan sosial di kedua negara tersebut.

Dalam budaya Jepang dan Korea Selatan, terdapat fenomena yang dikenal sebagai "Kodokoshi" dan "Godoksa" secara berturut-turut. Fenomena ini memunculkan berbagai pertanyaan dan perhatian terkait isu sosial, psikologis, dan pencegahan. Artikel ini akan membahas fenomena Mati Menyendiri dan perbedaan antara Kodokoshi di Jepang dan Godoksa di Korea Selatan.

Perbedaan antara Kodokoshi dan Godoksa

Kodokoshi dan Godoksa adalah istilah yang digunakan di Jepang dan Korea Selatan untuk menyebut fenomena Mati Menyendiri. Meskipun istilah ini mengacu pada situasi yang serupa, terdapat perbedaan dalam penggunaan istilah dan pemahaman di masing-masing negara.

Di Jepang, Kodokoshi berarti "kematian sendirian". Istilah ini menggambarkan situasi di mana seseorang meninggal tanpa ada orang lain di sekitarnya. Fenomena ini sering terkait dengan populasi lanjut usia yang tinggal sendirian dan tidak memiliki keluarga atau teman yang dekat.

Di Korea Selatan, istilah yang digunakan adalah Godoksa, yang secara harfiah berarti "kematian di rumah". Godoksa merujuk pada situasi di mana seseorang meninggal dan mayatnya tidak ditemukan dalam jangka waktu yang lama, terutama di rumah atau tempat tinggalnya.

Sejarah Fenomena Mati Menyendiri di Jepang "Kodokudshi"

Sejarah fenomena Kodokushi di Jepang dapat ditelusuri kembali ke era pasca-Perang Dunia II. Setelah periode pembangunan ekonomi yang pesat, banyak orang tua Jepang terpisah dari keluarga mereka karena bekerja jauh dari rumah atau terlibat dalam kehidupan kerja yang sibuk. Hal ini menyebabkan kurangnya hubungan sosial dan dukungan emosional bagi generasi lansia.

Pada tahun 1980-an, pertumbuhan populasi lansia yang signifikan dan perubahan struktur sosial Jepang yang lebih individualistik menyebabkan meningkatnya kasus Kodokushi. Banyak orang tua yang hidup sendiri tanpa keluarga dekat atau kerabat yang merawat mereka. Mereka sering kali mengalami isolasi sosial, kehilangan hubungan dengan komunitas, dan merasa terabaikan oleh masyarakat yang lebih muda.

Baca juga: Suka Berkorban, Kamu Hanya Berempati atau Altruis?

Sejarah Fenomena Mati Menyendiri di Korea Selatan "Godoksa"

Sejarah fenomena kematian 'godoksa' di Korea Selatan dimulai pada tahun 2000-an ketika munculnya ekonomi yang sulit dan meningkatnya tekanan dalam masyarakat. Banyak individu, terutama dari latar belakang muda dan pekerja paruh waktu, mencari alternatif perumahan yang terjangkau di kota-kota besar seperti Seoul. Pilihan mereka jatuh pada "godoksa", yang menawarkan kamar sewa dengan harga yang relatif murah.

Fenomena kematian 'godoksa' menjadi sorotan publik pada awal 2010-an ketika kasus-kasus meningkat secara signifikan. Berita-berita tentang penemuan mayat di 'godoksa' menjadi berita utama dan memicu keprihatinan nasional. Pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat berupaya meningkatkan kesadaran tentang masalah ini dan mengajukan tindakan pencegahan yang lebih efektif.

Penyebab dan Faktor Pemicu Fenomena Mati Menyendiri

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline