Buntut instruksi partai berlogo panteng pada agustus lalu nampaknya berakibat pada masifnya baliho bergambar seorang kader partai yang kebetulan menjabat sebagai Ketua DPR. Kata masif mungkin belum cukup untuk menggambarkan bagaimana baliho tersebut mencengkram sudut-sudut setiap kota, dengan slogan "Kepak Sayap Kebhinekaan" dan pesan template ala-ala politisi pada umumnya. Dari baliho kita bisa melihat keseriusan seorang Puan Maharani dalam menapaki tangga untuk mencapai kursi RI no 1, namun dari hasil beberapa survei, Puan harus gigit jari mengingat hasil survei tersebut sangat jauh dibawah harapan melihat besarnya modal dalam pemasangan baliho, setidaknya ada tiga alasan mengapa Puan seharusnya sadar diri untuk tidak maju nyapres, berikut alasannya:
1. Elektabilitas Papan Bawah
Seperti sudah dibahas di atas instruksi pemasangan baliho Puan adalah salah satu strategi untuk menaikan elektabilitas seorang Puan Maharani. Namun hasilnya tidak memuaskan, dengan modal yang tentunya tidak sedikit, para tim sukses gagal membawa nama Puan Maharani melanggeng di papan atas figur calon presiden, alih-alih sukses strategi baliho justru membawa nama Puan menukik tajam di papan bawah dengan elektabilitas sebanyak 1.5% (Hasil survei Voxpopuli Research Center per 16 Desember 2021).
Satu sekian persen tersebut masih jauh dari rival se-partai Puan yaitu Ganjar Pranowo yang memiliki Elektabilitas 19,3 %. Berkaca dari hasil survei, nampaknya Puan Maharani harus berpuas dan sadar diri untuk tidak nyapres, mengingat satu sekian persen masih sangat jauh dari pilihan masyarakat. Apalagi strategi baliho tersebut ditanggapi dengan satire dan bermakna negatif di masyarakat, dilihat dengan banyaknya meme baliho dan mempertanyakan etisnya nyapres disaat rakyat sedang berjibaku dengan pandemi.
2. Komunikasi dan Branding Yang Terlanjur Buruk
Jika kita mendengar nama Puan Maharani maka bukan prestasi ataupun capaian yang terlintas di pikiran kita, melainkan bagaimana tindakan konyol beliau yang mematikan mikrofon saat sidang RUU Ciptaker. Tindakan tersebut membekas dan bisa dikatakan memorable, bagaimana tidak seorang ketua DPR yang seharusnya mendengar aspirasi rakyat justru mematikan mikrofon anggotanya sendiri. Hal inilah yang sulit dilupakan bagi masyarakat dan nampaknya akan terus menjadi aib bagi Puan itu sendiri. Timses Puan juga hanya melakukan strategi usang dan blusukan yang tentu menurut saya pribadi sudah outdated alias ketinggalan jaman, apalagi menyewa buzzer dan menaikan trendingjuga belum bisa membranding Puan sebagai figur paling "pancasilais".
3. Kemampuan Yang Belum Mumpuni
Hal ini mungkin agak subjektif, namun menurut saya pribadi CV beliau berbanding terbalik dengan kemampuan di lapangan, satu alasan beliau punya jabatan strategis karena dia adalah anak seorang petinggi partai yang kebetulan seorang mantan presiden, jika dibandingkan dengan figur lain seperti Anies yang pandai bersilat lidah atau beretorika dengan sangat baik, Puan tentu belum mencapai level tersebut yang dimana dalam segala pidato beliau masih membaca teks dan terkesan tidak menguasai permasalahan yang diangkat dalam pidato. Atau jika dibandingkan Ganjar yang memiliki gimmick dan branding yang lebih aktraktif dengan strategi blusukan ala Jokowi yang dikemas lebih modern yang terbantu oleh massa loyalis, hal tersebutlah yang tidak dimiliki oleh seorang Puan, bahkan di dalam internal partai sendiri kebanyakan dari pendukung Jokowi lebih merestui Ganjar, ini menandakan kemampuan Puan dalam menggaet massa dan dalam hal kharisma masih kalah jauh dibanding Ganjar.
Walaupun jalan menuju RI 1 susah untuk dicapai oleh Puan, masih ada alternatif lain apabila ia tetap ngotot untuk maju dalam pemilihan presiden 2024 nanti. Berpasangan dengan calon lain yang memiliki elektabilitas dan kemungkinan terplilih bisa menjadi jalan pintas bagi Puan, namun disini letak permasalahan baru yaitu apakah bila dipasangkan dengan calon yang elektabilitasnya lebih tinggi apakah nanti Puan akan ditempatkan sebagai calon presiden atau wakil presiden, mengingat logikanya jika elektabilitas suatu calon tinggi maka dia yang menjadi presiden, apakah Puan legowo jika hanya sebatas menjadi calon wakil?. Pertanyaan dan kemungkinan tersebut rupanya sudah diberi bocoran sedikit oleh Bambang Pacul yang menjabat sebagai Ketua DPP PDIP Bidang Pemenangan Pemilu, dalam rekaman yang beredar ia menganalogikan Puan dengan Teh Botol dengan slogan unik "siapapun capresnya, wakilnya harus Puan Maharani". Menarik bagaimana kelanjutan saga pencalonan presiden Puan Maharani, mengingat 2024 masih panjang mungkin saja Puan bisa improve dan membuktikan bahwa ia layak untuk diperhitungkan dalam gelaran pilpres, atau Puan menarik diri seperti halnya Harry Tanoe ataupun Cak Imin sebagaimana pilpres beberapa waktu lalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H