Lihat ke Halaman Asli

Eksodukasi Taman Pintar (1); Relaksasi Petualangan Otak

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Taman Pintar di Jogjakarta, ternyata luar biasa, unik, istimewa, baru, dan terbilang menajubkan. Bagi yang sudah pernah berkunjung, pasti ada sensasi tersendiri. Tidak kalah dengan fasilitas taman ataupun layanan seperti museumdi banyak negara. Bagi yang belum pernah, rasanya wajib untuk sambang dengan mengajak serta anak-anak. Taman ini bisa juga menjadi inspirasi kota-kota lain. Dengan begitu, generasi mendatang bangsa ini benar-benar menjadi generasi pintar. Bukan generasi penggosip karena seringnya tayangan-tayangan semacam infoTAIment. Tapi, untuk bisa lebih berkembang, ke depan Taman Pintar mesti menyuguhkan Selalu Ada yang Baru. Berikut akan saya tulis beberapa catatan kecil tentang Taman Pintar.

---

TAMAN Pintar! Entah kalau di-Inggris-kan kata apa yang paling pas, enak dilafalkan, dan gampang diingat.Sebab, kata taman dan pintar sendiri ada banyak alternatif pilihan bukan? Nah, rasanya pakar bahasa bisa kita berembuk untuk mencari padanan katanya. Penting karena diksi kata yang renyah di lidah bisa menjadi nilai jual sendiri. Termasuk bagi pengunjung asing.

Yang jelas, sungguh saya termasuk orang yang terbilang sangat-sangat terlambat untuk mendatangi taman di Jalan Panembahan Senopati Yogyakarta atau Jogjakarta itu. Betapa tidak. Taman tersebut sudah ada sejak 2006 silam, tetapi baru 13 September 2011 lalu saya, istri, dan dua anak berkesempatan untuk mengunjunginya.

Keinginan untuk mendatangi Taman Pintar itupun setelah beberapa kali dari hasil rengekan Razzan, anak pertama yang baru menginjakkan kelas dua SD. Artinya, bukan murni muncul dari kesadaran saya pribadi. Sangat mungkin anak saya itu juga dari hasil cerita teman-teman di sekolah atau di kampungnya. Anak saya agaknya memang sedang terprovokasi dengan cerita seputar Taman Pintar tersebut. Dalam dunia marketing, iklan dari mulut ke mulut itu termasuk strategi sangat jitu untuk memasarkan sebuah produk barang maupun jasa. Banyak dari layanan yang tumbuh dan berkembang dari jasa iklan dari mulut ke mulut itu. Sebut saja kegandrungan kita terhadap beberapa situs jejaring sosial. Apakah Facebook ataupun Twitter.

Keputusan untuk mengiyakan rengekan sang anak, awalnya bukan karena keistimewaan dari Taman Pintar. Tetapi, lebih karena ingin mengajak keluarga untuk berekreasi. Memang sudah waktunya, itu saja titik! Sudah sangat banyak taman yang pernah kami sambangi. Termasuk Taman Sidoarjo. Jadi, Taman Pintar itu hanya salah satu medianya saja. Yang terpenting, sudah tiba waktunya untuk refresing. Kebetulan, belum lama saya membaca paparan hasil riset Dr Gary Kennedy, seorang ahli geriatri, bahwa mengerjakan teka-teki silang, bermain catur atau belajar bahasa bisa bermanfaat untuk meningkatkan fungsi kerja otak, sehingga terhindar dari demensia dan Alzheimer. Bukankah rekreasi juga kita yakini sebagai salah satu kegiatan relaksasi otak dari kepenatan? Rekreasi ke tempat-tempat yang menyenangkan membuat otak rileks itulah yang disebutkan ahlinya bisa menstimulasi kerja otak kita, sehingga pikiran lebih segar. Soal nanti otak mumet lagi, itu urusan nanti!

Minggu (11/9), kami berangkat dari Stasiun Gubeng Surabaya dengan naik Kereta Api (KA) Sancaka pada pukul 07.00. Sudah lama sekali, saya juga tidak merasakan bagaimana perkembangan layanan jasa transportasi jalur rel itu. Akhirnya, kami memilih KA eksekutif dengan tiket seharga Rp 180 ribu per orang. Mahal karena masih ikut tarif batas atas. Maklum, tentu perusahaan KA juga ingin mendapatkan untung lebih saat momentum Lebaran bukan? Selain itu, tentu ini menyangkut pula hukum supply and demand. Tiket untuk kembali juga sudah kami kantongi. Yakni, pada Selasa (13/9). Namun, harganya jauh lebih murah. Hanya Rp 95 ribu per orang dengan KA yang sama serta kelas yang sama pula. Murah karena masa tuslah Lebaran itu sudah lewat sehingga tarif KA mulai normal lagi. (tulisan seri satu/bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline