Masing-masing kita punya 138 detik pertama supaya tulisan dilirik pembaca. Kecuali kalau kamu punya rasa percaya diri menulis yang tinggi dan sombong seperti saya, maka tulisan ini tidak ada manfaat.
Terus terang saja dua jam saya ditampar bolak balik sama Widha Karina. Bayangkan dia bukan pacar saya, pun bukan siapa-siapa.
Saya pahami kalau bagi sebagian orang, menulis di Kompasiana lalu tulisannya mendapat label Pilihan atau Artikel Utama adalah suatu kebanggaan tersendiri. Kalau tidak, buat apa seperti beberapa teman Kompal yang tampak girang sekali ketika ada tulisan yang menjadi Artikel Utama. Lantas, bagi saya yang tidak peduli mau tulisan saya mendapat artikel utama atau label centang biru. Apa masih perlu mengikuti blogshop (blogging workshop) dua jam tadi?
Mengintip Pola Kerja Kompasiana
Kalau saja Widha tidak bercerita bagaimana pola kerja Kompasiana, mungkin kita tidak tahu bagaimana dapur mereka. Hampir 20 ribu artikel yang masuk setiap bulannya masuk ke Kompasiana. Ini ya kalau dulu saya pas masih kerja urus konten website, sudah senang banget. Alasannya karena KPI saya tembus, lalu dapat bonus kerja! Bayangkan 19.575 tulisan setiap bulan, 631 artikel setiap hari dan setiap jam ada 26 artikel.
Namun, ternyata dari sebanyak artikel yang masuk ke dapur Kompasiana. Tidak ada penyaringan artikel, setiap Kompasianer bisa menerbitkan tulisan sendiri. Nyatanya ini membuat kerja para admin harus lebih cepat dalam 138 detik pertama atau 2,3 menit untuk mengoreksi pelanggaran tulisan para Kompasianer.
Data rekap pelanggaran tulisan bulan Januari 2020, dari total 12.814 artikel ada 2218 artikel pelanggaran atau sekitar 17%. Bulan berikutnya tidak jauh berbeda. Sehingga rata-rata hampir 20% (kalau dibulatkan) pelanggaran artikel yang dilakukan. Saya tidak menyangkal diri kalau artikel saya pun masuk di dalamnya.
Banyaknya temuan artikel pelanggaran tentunya membuat tim admin bekerja 24 jam. Tentunya kalian juga bertanya jenis pelanggaran seperti apa yang dimaksud?
Ternyata orisinalitas tulisan menjadi pokok penting ketika menulis di Kompasiana. Masih ditemukan tulisan yang copy-paste dari tulisan orang, quote atau gambar tanpa sumber asli. Bisa kalian bayangkan makin ditampar saya sama Widha yang sore tadi pembawaannya santai sekali berpakaian kemeja kotak-kotak.
6 Poin Penting untuk Diperbaiki
Menulis bagi saya menjadi sarana untuk melatih diri sekaligus melepas penat. Ketika saya menulis dan sudah ada perasaan negatif misalnya iri sama tulisan orang lain kenapa dia bisa lebih unggul, itu tandanya ada yang tidak beres dalam diri saya. Makanya sebagai tanda pertobatan agar bisa menulis kembali dengan baik dan benar, maka kita dikasih 6 poin tips menulis di Kompasiana agar tulisan bisa masuk Pilihan atau Artikel Utama.
1) Kreator
Siapa yang menulis artikel di Kompasiana menjadi acuan untuk kapabilitas ilmunya. Misalnya yang menulis adalah seorang dokter dan dia menulis isu terkini dan relevansinya tinggi. Maka tidak perlu menunggu lama tulisan tersebut memiliki daya pikat di hati para admin.
Akan tetapi ini bukan bicara mengenai profesi saja melainkan yang diinginkan oleh Kompasiana adalah seorang penulis yang dapat bertanggungjawab atas tulisan yang dia muat.