Sekitar tahun 1950-1960, pembangunan pasar di kota Palembang terus dilakukan. Tujuannya untuk menampung para penjual serta mempermudah warga dari beberapa wilayah untuk berbelanja. Dulunya Pasar 16 ilir Palembang yang berada persis di pinggir Sungai Musi menjadi primadona.
Karena ingin menampung banyak pembeli sehingga munculah beberapa pasar alternatif yang tersebar di beberapa wilayah Palembang. Misalnya seperti Pasar Lingkis yang namanya sekarang Pasar Cinde.
Namun sayang juga bangunan Pasar Cinde ini sudah dihancurkan, sudah tidak ada jejak yang tersisa. Kemudian, Pasar Kertapati, Lemabang, Kuto, Pasar Buah Temenggung dan Pasar Burung.
Saya suka datang ke pasar tradisional. Biasanya ketika sedang traveling ke luar kota, saya coba sempatkan ke pasar tradisional untuk melihat budaya dan kehidupan orang lokal setempat. Selain itu, pasar tradisional banyak menyediakan kebutuhan sehari-hari mulai dari makanan hingga barang-barang unik.
Kalau kamu lagi traveling ke Palembang, ada dua pasar tradisional yang menarik buat dikunjungi.
Pasar Buah Temenggung
Pasar yang berada di kawasan Jalan Segaran Palembang ini lokasinya agak unik. Berada di balik antara ruko-ruko bangunan tua. Kita tidak tahu kalau di belakangnya ada pasar.
Kalau dibilang apakah Pasar Buah Temenggung ini mayoritas berasal dari kalangan etnis Cina, maka jawabannya belum tentu. Bagi saya pasar ini justru salah satu bentuk harmonis suku karena di dalam pasar setidaknya ada tiga etnis yaitu Cina, Arab dan Palembang asli.
Masing-masing penjual menawarkan barang jualan ada yang sama namun juga berbeda. Tinggal bagaimana pembeli pandai dalam memilih barang.
Proses tawar menawar barang pun menjadi keasyikan sendiri di Pasar Buah Temenggung ini. Di dalam Pasar Buah Temenggung ada dua tempat yaitu pasar kering dan pasar basah.
Untuk yang ingin membeli kebutuhan seperti buah dan makanan bisa ke pasar kering yang berada di bagian agak luar. Sedangkan untuk membeli daging, ikan, ayam, babi dan lainnya bisa ke pasar basah.