Lihat ke Halaman Asli

Deddy Huang

TERVERIFIKASI

Digital Marketing Enthusiast | Blogger | Food and Product Photographer

Ingin Saya Bertemu Penjual Asida

Diperbarui: 29 Mei 2018   22:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banda Neira (sumber : deddyhuang.com)



Mata saya tak bergeming melihat Sang Merah Putih ditiup angin. Kami sedang di tengah laut bekas sisa badai ombak. Cakrawala biru laut memang tiada tandingan. Kapal yang kami tumpang adalah milik toke kapal dan tidak ada subsidi sehingga jadwal keberangkatan dalam satu minggu hanya ada dua kali berangkat dari dan menuju Banda Neira. 

Merasakan 7 jam perjalanan menuju Banda Neira (sumber : deddyhuang.com)

Goyangan kapal terasa kencang membuat saya memilih memejamkan mata di geladak kapal. Dalam satu kesempatan yang sama perlahan sinyal provider mulai tenggelam, tanda kami sudah benar-benar di tengah laut. Bang Glenn sebelumnya sudah memberitahu saya kalau tanda kita akan masuk ke Laut Banda, sinyal akan menghilang. Kita memang benar-benar disuruh menikmati perjalanan 7 jam.

Banda Bikin Rindu

Banda bikin rindu (sumber : deddyhuang.com)

Dahulu bangsa Eropa menjuluki Nusantara sebagai Mutiara dari Timur. Laut Hindia Timur menjadi saksi kejayaan dan kekayaan rempah-rempah terutama di Maluku. Oleh karena kekayaan rempah-rempah tersebut menjadi salah satu faktor kedatangan bangsa Eropa untuk menjelajah hingga akhirnya menjajah tanah Maluku. Darah dan tangis menjadi pemandangan lazim tempo dulu.

Saya diceritakan oleh Pak Agil, pemandu wisata lokal setempat mengenai Banda Neira. Pulau kecil di tengah lautan Banda ini menyimpan banyak sisa sejarah penjajahan bangsa Eropa di Indonesia. Konon, satu karung pala bisa untuk membangun istana megah.  

Tidak butuh waktu lama untuk berkeliling Banda Neira. Namun akan butuh waktu lama belajar sejarah Banda Neira dan Maluku. Ini tahun kedua saya menjejakkan kaki di tanah Maluku. Ketika tahun lalu pergi ke Tidore, saya dibuat kagum dengan sejarah dan budaya setempat. Rindu itu tak tahu diri. Datang kadang tak mengetuk itulah yang saya rasakan terhadap Banda Neira.

Mengagumi Banda Neira

Laut dan langit seolah kompak (sumber : deddyhuang.com)

Beragam aktivitas bisa dilakukan selama di Banda. Pulau rempah ini seolah ingin berkata, tak ada Banda Neira maka tak ada Indonesia. Saya terkesima saat mengunjungi rumah-rumah tua bekas peninggalan Belanda, termasuk mengunjungi tiga rumah pengasingan tokoh Indonesia yaitu Bung Hatta, Dr Cipto dan Sultan Sjahrir. 

Masuk dalam rumah yang pernah dihuni oleh tokoh penting Indonesia apa yang dicari? Saya merasa banyak kenangan tersimpan. Di tiap lemari kayu, masih tersimpan benda-benda peninggalan mereka seperti pada rumah Bung Hatta ada sepasang sepatu, kacamata dan jas serta tempat tidur Bung Hatta dengan seprai putih serta kelambu. Di belakang rumah ada ruang-ruang kosong yang dijadikan sebagai kelas tempat Bung Hatta mengajar, serta papan tulis yang masih terbaca bekas tulisan Hatta "Sedjarah Perjoeangan Indonesia Setelah Soempa Pemoeda di Batavia Pada Tahun 1928". Perasaan senang bercampur sedih saat berada di tempat salah satu naskah proklamator ditulis. 

Ruang kelas di rumah Bung Hatta (sumber : deddyhuang.com)

Buah pala (sumber : deddyhuang.com)

Saya bergidik ketika Pak Agil menceritakan sekilas mengenai benteng-benteng yang ada di Banda Neira seperti Benteng Belgica dan Nassau. Apalagi ketika menginjakkan kaki ke Benteng Nassau yang menjadi tempat pembantaian 44 orang Banda oleh algojo Jepang. Pembantaian dilakukan dengan sadis dihadapan banyak orang dan mayat dibuang ke dalam sumur. Sadis!

Banda Neira tidak cuma memiliki sejarah yang mengagumkan serta kearifan lokal yang sulit dilupakan. Walau warga lokal pemalu, tapi mereka baik. Datang ke Banda Neira memang tidak boleh melewatkan untuk menikmati akuarium bawah laut Banda. Selama satu hari kita bisa menikmati island hopping mulai dari Pulau Hatta yang terkenal dengan habitat penyu, Pulau Rhun, Pulau Ay atau Pulau Nailaka. Hingga sekarang saya masih hampir tidak percaya membayangkan ketika Belanda rela menukarkan Manhattan dengan Pulau Rhun kepada Inggris. Semuanya demi menguasai Pala.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline