Lihat ke Halaman Asli

Renungan Sebuah Keikhlasan

Diperbarui: 29 Juni 2023   16:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Fin.co.id

Menjelang malam, kudengar gema takbir dari pengeras suara mushola terdekat. Juga dari masjid-masjid yang jauh dari rumah. Seolah saling bersahutan pujian kebesaran Tuhan menemani kesendirianku melewati malam. "Aku tak sendiri," bisik hatiku. Ya, aku tak sendiri. Bersama hatiku aku menikmati suara takbir. Memaknai kalimat agung nan mulia. Sungguh Allah Maha Besar. Atas segala nikmat yang telah diberikan kepadaku.

Ingatanku menerawang ke masa yang sudah berlalu. Dua tahun cobaan yang datang bertubi-tubi harus aku terima. Mau tidak mau. Hanya dengan berusaha sabar aku lalui segala cobaan. Dari kejadian beberapa anggota keluarga yang sakit, dan berminggu-minggu menunggu di rumah sakit. Sampai pada akhirnya ayah dan adik perempuanku satu-satunya meninggal dunia. Dalam kondisi keuanganku sedang di bawah.
Hanya support dari keluarga besar dan doa-doa yang mampu menguatkan diriku. Aku berusaha tabah menerima ujian berat yang Tuhan berikan.

Malam Idul Adha tanpa ayah dan adik perempuanku, aku belajar sebuah keikhlasan. Dari semua kejadian yang aku alami, ku hadapi dengan keimananku. Bahwa semua merupakan takdir  Tuhan yang tak bisa aku tolak. Seperti halnya nabi Ibrahim As yang harus mengorbankan putranya. Dengan keikhlasan hati diterima dan dijalankan perintah-Nya. Dengan kekuatan iman putranya menerima permintaan ayahnya. Karena sebuah cinta yang besar pada orang tua.

Dan sekarang, ketika aku sudah kembali pulih dari kesusahan, ketika aku telah diberikan rezeki yang cukup, aku ingin berbagi pada sesama.

Malam ini, di iringi suara takbir yang terus dilantunkan dari kejauhan, aku tulis sebuah puisi tentang renungan sebuah keikhlasan. Sebelum mataku mengantuk, sebelum tubuh aku rebahkan.

"Ujian dan cobaan yang selalu menimpa
Dilalui dengan kesabaran dan ketabahan
Hingga akhirnya datang ujian terberat
Nyawa seorang putra harus dikorbankan

Keteguhan iman seorang putra
Membuat ayahnya meneteskan air mata
Begitu agung cinta makhluk pada Sang Pencipta
Begitu mulia seorang putra cinta pada ayahnya

Pengorbanan karena ketulusan mengangkat setinggi-tingginya derajat
Keikhlasan karena keimanan tak menggoyahkan keteguhan
Hingga Sang Pencipta memberikan kehormatan
Semoga kesejahteraan tercurahkan atas Nabi Ibrahim 'Alaihissalam"

Tepat pukul 24.00 aku merebahkan diri. Penuh keikhlasan.

********

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline