Lihat ke Halaman Asli

Aku yang Tak Bisa Diam

Diperbarui: 19 Oktober 2022   19:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Dunia pendidikan formal aku tempuh hanya sampai tingkat SMA. Itupun sekolah swasta. Seiring berjalannya waktu tak terasa usiaku sudah mencapai 50 tahun dan sudah menjalani  berbagai bidang usaha. Meskipun usaha kecil-kecilan namun aku nikmati dan selalu mencoba dengan usaha yang baru. Memang, segala bidang usaha apapun selalu dibenturkan dengan masalah permodalan. Meskipun pemerintah menyediakan bantuan untuk UMKM tapi sejauh ini aku masih mencoba mandiri. Modal sedikit, hasil sedikit. Itu yang masih aku jalani.

Dalam urusan politik di tingkat desa mungkin aku dikenal kuat dalam berprinsip. Siapapun yang menjadi pilihan politik  akan kuperjuangkan semaksimal mungkin sekalipun harus menanggung risiko terberat. Bahkan tantangan beratku adalah keluarga kecil maupun keluarga besarku. Tapi aku berpolitik dengan bergembira, orang bilang itulah seni politikku. Tentu aku punya tujuan baik dengan menyalurkan gagasan-gagasan untuk kepentingan umum dan bukan untuk kepentingan pribadi.

Bagiku, kepentingan orang banyak harus didahulukan kalau ingin hidup ini lebih bermanfaat bagi orang lain. Sudah tentu semua itu membutuhkan perjuangan dan pengorbanan baik waktu, tenaga, pikiran maupun materi. Kendala dan godaan kerap aku alami,  namun dengan begitu semangatku lebih terpacu untuk membuktikan bahwa aku   mampu.

Satu hal yang sangat mengusik pikiranku adalah kepedulian sesama untuk sebuah pemberdayaan. Banyak warga berpotensi yang perlu digali dan disalurkan dari berbagai usia dan kemampuan masing-masing. Sejauh ini belum banyak yang dilakukan oleh pemerintah desa untuk warganya terkait pemberdayaan. Yang lebih diutamakan adalah pembangunan fisik di mana-mana. Sedangkan mentalnya masih belum disentuh untuk sebuah perubahan dan kemajuan desa. Apalagi yang berhubungan dengan peningkatan taraf perekonomian warga. Pendapatan yang seharusnya bisa lebih tapi masih kurang untuk menutup kebutuhan sehari-hari.

Berlatarbelakang yang demikian, aku dan beberapa teman punya ide untuk membentuk sebuah forum pemberdayaan warga yang meliputi bidang pertanian, perekonomian, sosial, seni dan budaya serta agama.

Dengan suka rela aku jalankan perkumpulan tersebut secara mandiri tanpa bantuan dari pihak manapun bahkan dari pemerintah desa sekalipun. Perjalanan yang butuh  pengorbanan  jelas tidak mungkin lepas dari kendala dan problem yang dialami masing-masing anggotanya. Belum lagi beda pendapat yang sering mewarnai ketika pelaksanaan kopdar. Tapi semua itu aku jadikan sebagai pemacu semangat untuk terus berbuat baik pada orang lain tanpa kenal lelah. Pelatihan-pelatihan  gratis untuk warga aku dan teman - teman  Fordaya jalankan secara  swadaya dengan penuh kesabaran dan ketelatenan, diantaranya pelatihan sablon plastik dan pembuatan piring dari lidi pohon kelapa yang dikenal dengan nama piring lidi.

Tujuan pelatihan piring lidi secara gratis pada warga desa adalah untuk pemberdayaan warga  terutama  ibu rumahtangga yang ingin mendapatkan penghasilan sendiri disamping penghasilan dari suami. Yang pasti bisa memanfaatkan limbah lidi pohon kelapa yang bisa menghasilkan kerajinan tangan dan  bernilai seni tinggi serta menghasilkan uang.

Selain lidi yang bisa dimanfaatkan juga nira kelapa, yang diolah menjadi minuman kesehatan disamping untuk gula masak atau gula merah. Dengan cara menghimpun para penderes atau petani gula untuk memproduksi gula kristal rempah organik, ternyata mampu menembus pasar luar jawa. Para penderes yang biasa memproduksi gula kristal diajak untuk meningkatkan pendapatan dengan membuat gula kristal rempah dimana proses pembuatannya sama dengan gula kristal  hanya ditambahi rempah-rempah. Namun  perkilonya bisa menambah  penghasilan sekitar 15.000 rupiah. Bersama teman-teman Fordaya lah aku membantu pemasaran sehingga para penderes hanya memproduksi tidak harus memikirkan pemasaran hasil produksinya.

Manfaat lain dengan adanya produksi gula kristal rempah juga bisa menyerap tenaga kerja melalui proses pengemasan. Dari produsen kemudian ditimbang dan dikemas oleh tenaga lain untuk pemberdayaan warga.

Kedepan, target utama adalah ingin menguasai pasar gula kristal rempah organik di seluruh Indonesia terutama di daerah-daerah yang berhawa dingin seperti Bogor dan Wonosobo.

Di bidang agama, aku terjun langsung mengajar anak - anak pada salah satu TPQ di desaku. Bukan hanya mengaji iqra atau Al qur'an, tapi latihan pidato dan menyanyi lagu-lagu religi juga aku ajarkan dan sudah terbukti dengan mereka mendapatkan beberapa piala dan piagam penghargaan. Untuk mengisi waktu juga diadakan latihan menulis sebagai sarana curhat dan mengurangi waktu menggunakan handphone yang akhir-akhir ini menjadi keluhan para orang tua.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline