Di tengah kehidupan masyarakat yang semakin susah, justru menyuburkan para rentenir dan muncul para rentenir baru. Dampak ekonomi yang bertambah sulit, menjadi terobosan usaha baru bagi sebagian pedagang yang omzet penjualannya semakin menurun. Dengan sisa modal yang ada dikembangkan untuk dipinjamkan dengan bunga antara 20%-30%. Sistem setorannya dibuat setiap hari. Tak heran jika banyak pedagang di sebuah pasar misalnya, terlilit hutang pada rentenir sampai akhirnya jual aset yang ada karena tidak bisa membayar pinjaman plus bunga yang sangat besar. Bayangkan saja, satu orang pedagang bisa punya pinjaman pada beberapa rentenir, bahkan ada yang sampai 6 orang rentenir. Dan itu harus setor setiap hari. Jika terjadi libur tidak setor maka bunganya akan bertambah lagi, sehingga hitungannya bunga berbunga.
Secara matematis, sebesar apapun omzet para pedagang (umumnya mengambil keuntungan berdagang), tidak akan menutup kalau untuk membayar bunga kepada beberapa rentenir. Sebagai contoh, keuntungan berjualan 10%-15%. Sedangkan bunga pinjaman 20%-30%. Belum lagi ketika menerima pinjaman jumlah pokok tidak genap nominalnya atau penerimaan tidak sesuai dengan jumlah pengajuan, alasannya untuk administrasi. Sehingga ada yang menerima sudah dipotong 10%. Bagaimana tidak rugi dan tambah mencekik karena bertambahnya bunga-bunga yang harus dibayar. Sungguh memprihatinkan jika melihat kondisi para pedagang yang seperti itu. Sawah dan kebun melayang, bahkan rumah sebagai tempat tinggalpun terjual untuk membayar hutang.
Yang lebih parah lagi banyak rentenir masuk ke kampung-kampung dimana penduduknya banyak yang tidak berpenghasilan atau pengangguran. Mereka terjerat hutang hanya untuk makan sehari-hari dan biaya anak sekolah, artinya bukan untuk modal usaha yang ada hasilnya. Apalagi banyak yang satu orang pinjam pada beberapa rentenir juga. Dan waktu setorannya setiap hari, ada yang penarikan pagi hari jam enam sampai jam tujuh malam. Otomatis orang yang punya pinjaman lebih dari lima rentenir setiap hari harus menyediakan uang cicilan dari pagi jam enam, jam sembilan, jam sebelas, dan seterusnya hingga malam hari. Akibat dari suburnya praktik rentenir banyak juga yang sampai menjual aset yang dimiliki. Bahkan tidak jarang pula rumahtangga yang hancur karena berawal dari percekcokan akibat banyaknya hutang pada rentenir. Sudah pasti kondisi seperti itu lebih memprihatinkan. Lalu siapa yang bersalah...?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H