Lihat ke Halaman Asli

wawan ridwan

Building Spiritual Moderate Islamic value

Kemenag Menjadi NU Sentris, Bahaya Bro!

Diperbarui: 26 Oktober 2021   11:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Detik

Nahdlatul Ulama adalah Organisasi Islam terbesar di Indonesia, kalau kita mendengar dan membaca sejarah lahirnya NU pada tahun 1926 saat nama Indonesia belum lahir sebagai sebuah bangsa, walaupun pergerakan untuk melepaskan dari penjajahan sudah ada NU sudah menyadari tentang pentingnya cinta akan tanah air Hubbul Wathan. 

Ketika Mbah hasyim asyari ingin mendirikan NU beliau melaluinya dengan bertirakat, puasa, Isthiharah dan meminta doa dan ijin pada gurunya syaikhuna Kholil Bangkalan untuk minta petunjuk tentang pendirian NU, sebagai ulama besar dengan murid yang tersebar diseluruh nusantara ijin dan restu dari Syaikhuna mbah kholil bangkalan sangat dibutuhkan oleh mbah hasyim, setelah restu dan pendekatan spriritual oleh mbah hasyim maka lahirnya organisasi NU, karena NU lahir dari seorang ulama besar kita wajib menjaga dan memelihara semangat semangat yang terkandung di dalamnya.

Melihat jejak NU yang begitu besar peranan dalam perjalanan bangsa, sangat disayangkan kalau NU saat ini hanya dijadikan bahan untuk mencari penghidupan ( Numpang Urip ) oleh sebagain oknum warga NU menjadi bahan ejekan bagi sebagian masyarakat yang tidak senang gerakan NU, mari kita jaga NU dengan penuh kehormatan dan keikhlasan dalam melayani kepentingan bangsa. 

Gus Yaqut yang ingin menjadikan kemenag sebagai NU (Numpang Urip) menjadi benar adanya ketika dia menyatakan birokrasi dikuasai oleh orang bermental NU dan terbukti banyak kasus korupsi di kemenag karena mental NU ini, Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi besar tidak bisa dan tidak boleh dikapitalisasi oleh siapapun termasuk oleh seorang menteri sekalipun dia bergelar Gus Yaqut, kemenag sebagai lembaga negara bukan hanya dimiliki satu pihak, bahaya bro!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline