Lihat ke Halaman Asli

Tentang Dia yang Bernama Malam, dan Dia yang Bernama Sepi

Diperbarui: 26 Juni 2015   09:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Tentang mereka.

Tentang bagaimana mereka menggeliat--hidup berpayung langit yang sama, namun terpisah akan malam yang berbeda.

Saya kagum.

----dan saya menangis.

Ada tangan tak terlihat--mendorong saya ke belakang. Mengantar saya kepada ketidaktahuan. Menuding saya kepalsuan. Dan menutupi mata saya dari kenyataan. Betapa saya mengagumi mereka. Mereka yang berdiri menjulang di atas aksara yang menyusun kata kehidupan. Menopang hidup mereka dengan segala kemampuan dan kerendahan diri yang mereka miliki. Tidak, saya tidak bisa ikut membantu. Ada jarak disini--tak terlihat dan kasat mata.

Saya ingin...

Tapi tak bisa.

Saya hanya bisa berdoa. Berlutut di atas aksara saya sendiri. Mendoakan pagi kepada Malam. Dan uluran tangan kepada Sepi.

Saya angkat gelas untuk kalian.

Dari sini---dari jarak dimana saya diperbolehkan berada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline