Lihat ke Halaman Asli

Warga Indonesia Harus Terus Sosialisasikan Empat Pilar Kebangsaan

Diperbarui: 3 Mei 2017   15:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Indonesia adalah negara indah permai, diapit dua samudera, diapit dua benua, terhampar di khatulistiwa. Dengan perjuangan sendiri dengan gigih, tampil sebagai negara merdeka sejajar dengan negara-negara merdeka lainnya. Dari Sabang sampai Merauke, bersatu meraih kemerdekaan. Mengorbankan harta dan nyawa para pejuang, untuk mengusir penjajah. Maka lahirlah Pancasila sebagai kristalisasi rasa sebangsa senegara.

Pancasila merupakan palsafah hidup manusia Nusantara. Pancasila dirumuskan oleh para pendiri bangsa Indonesia. Diharapkan, manusia Nusantara hidup berserah pada bimbingan Tuhan, memanusiakan manusia secara adil dan beradab, bersatu dalam nama satu negara, membahas soal-soal kenegaraan secara musyawarah untuk mufakat, dan mengupayakan keadilan sosial bagi segenap warga bangsa. Itulah pilar pertama, Pancasila.

Kemudian dari situ, untuk meletakkan dasar semua aturan, dengan dijiwai oleh Pancasila, disusun Undang-Undang Dasar yang dinamai sebagai Undang-Undang Dasar 1945 sesuai dengan angka tahun penyusunannya. Peraturan dan perundang-undangan yang diberlakukan kemudian, tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Itulah pilar kedua, Undang-Undang Dasar 1945.

Lalu, pergerakan perjuangan memerdekakan segenap tumpah darah, harus mempersatukan puluhan ribu pulau, ratusan ragam budaya, ratusan suku-bangsa, banyak kepercayaan dan agama. Semua itu dihimpun dalam, dan berdiri sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Itulah pilar ketiga, Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kenyataan yang ada, bahwa meski pulau-pulau Kepulauan Nusantara dari Sabang sampai Merauke beraneka ukuran, meski suku-suku bangsa dari ujung Barat sampai ke ujung Timur beraneka ragam, meski kepercayaan penduduk dari ujung Sumatera sampai ke batasan Papua beraneka macam, seluruhnya membulatkan tekat satu dalam keragaman, meski beraneka macam tetapi tetap satu, Bhinneka Tunggal IkaItulah pilar keempat.

Sejak Ketetapan MPR no. II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancakarsa diterbitkan, manusia Indonesia mempunyai pedoman penghayatan pengamalan Pancasila. Kelima asas atau sila dalam Pancasila dijabarkan menjadi 36 butir pedoman pengamalan praktis. Pada perjalanan waktu, BP7 (Badan Pembina Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) mengembangkannya menjadi 45 butir. Pedoman itu dijadikan bahan penataran untuk semua lapisan masyarakat. Jadilah manusia Pancasilais.

Sangat disayangkan, Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 itu dicabut dengan Ketetapan MPR no XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Tap MPR No.II/MPR/1978 Ekaprasetia Pancakarsa dan Penetapan Tentang Penegasan Pancasila Sebagai Dasar Negara.  Sejak itu, Pancasila cenderung  dilupakan, hanya di bibir saja tetap berujar bahwa dasar negara adalah Pancasila. Semakin terlupakan, karena pada tahun 2003, terbit Ketetapan MPR No. I/MPR/2003 yang menetapkan bahwa Tap MPR No.II/MPR/1978 merupakan aturan yang telah selesai dilaksanakan. Padahal, sebagai pedoman, Ekaprasetia Pancakarsa tidak mengenal istilah telah selesai. Pedoman penghayatan dan pengamalan Pancasila harusnya digunakan sepanjang masa, selama diberlakukannya Pancasila sebagai dasar negara.

Untunglah tokoh nasional Taufiq Kiemas selaku ketua MPR RI periode 2009 - 2014 sebelum menghembuskan nafas, beberapa tahun mensosialisasikan Empat Pilar Kebangsaan. Dia memperoleh gelar kehormatan, Doktor (Honoris Causa) dari Universitas Trisakti atas upaya tersebut. Dengan sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan, Indonesia tercinta akan tetap pada cita-cita para pendiri bangsa, berbentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bersemboyan Bhinneka Tunggal Ika, berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Untuk menjaga keutuhan bangsa dan negara, maka segenap warga Indonesia harus mensosialisasikan Empat Pilar Kebangsaan, demi terhindar dari ektremis dan radikalis yang ingin merubah negara Pancasila menjadi yang lain. Gejala pertanda bahwa keinginan pengubahan itu sudah terasa dari Institut Pertanian Bogor. Bila tidak diwaspadai, keutuhan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia terancam. Geliat di sosial media sudah menunjukkan lebih jelas tentang adanya niatan sebagian kalangan untuk membelokkan cita-cita para pendiri bangsa. Tulisan-tulisan tanpa sungkan, menyatakan cenderung menginginkan Indonesia dipimpin khilafah, adalah bukti tak terbantahkan.

Salam bhinneka tunggal ika.    

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline