Lihat ke Halaman Asli

Herry B Sancoko

Alumnus UGM, tinggal di Sydney

Terapi Bakar Uang

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bakar Uang

[caption id="attachment_1097" align="alignnone" width="644" caption="Sumber foto: http://1.bp.blogspot.com/--RNnsFJR6hk/T4LBu0DVJpI/AAAAAAAACs4/obL0cCZ-VW0/s640/BurningThroughMoney.jpg"][/caption]

MUNGKINKAH membakar uang bisa menjadi terapi alternatif yang cukup efektif buat merubah cara pikir dan mentalitas kita dalam memandang hidup? Kedengarannya memang mengada-ada. Tapi sebenarnya masuk akal juga bila kita pertimbangkan beberapa hal tentang cara pandang kita terhadap uang.

Tapi perlu diingat bahwa membakar uang bisa dikategorikan sebagai tindakan melanggar hukum. uang dicetak atas beaya negara. Uang adalah nilai tukar resmi milik negara. Jadi kalau dibakar tentu saja melanggar hukum. Penulis tidak menyarankan perbuatan melanggar hukum ini.

Tapi jika ada yang sengaja membakar uang, bukti pelanggaran itu susah didapat jika uang dibakar hingga menjadi abu sehingga tidak meninggalkan bekas secuil pun.

Tulisan ini hanya sekedar ide berdasar analisa yang masuk akal bagi penulis. Mungkin tidak demikian halnya bagi orang lain. Tergantung dari masing-masing pribadi. Tulisan ini sifatnya hanya iseng. Dan tentu saja ditujukan hanya bagi orang yang menyiapkan diri untuk membuka cakrawala pikirnya dengan pengalaman baru.

Sebagaimana kita ketahui dan mengerti bersama, kita membutuhkan uang sejak kita tahu nilai uang hingga kita mati. Sejak kecil, ketika uang hanya sebagai uang saku sekolah, kita telah punya kesadaran bahwa uang bisa memberi kita kenikmatan dan kemudahan. Dengan uang tak seberapa itu kita tidak kelaparan ketika saatnya istirahat makan siang. Kita tinggal tukarkan lembaran kertas yang terselip dalam saku dengan nasi bungkus, es dan jajanan di kantin sekolah. Makin besar nilai uangnya makin nyamanlah kita.

Ketika kita belum sepenuhnya tergantung memakai uang sebagai nilai tukar, sistem perdagangan kita memakai sistem barter atau tukar-tukar barang, tentu saja analisa terapi bakar uang ini tak berguna. Sistem barter ini mungkin masih dipakai di beberapa tempat hingga saat ini. Misalnya di Suku Badui Dalam, Suku Asmat atau di kalangan penganut ajaran samin (Sedulur Sikep). Tapi bisa saja diganti dengan barang yang berfungsi sejenis uang.

Begitu kita berangkat dewasa, betapa uang makin kita sadari peranan nilai pentingnya. Bahkan begitu pentingnya sehingga mempengaruhi kita dalam berpikir, bersikap, bertindak dan menyikapi masa depan kita. Tanpa uang dalam jumlah cukup, kita tak mungkin merencanakan masa depan muluk-muluk. Tanpa uang cukup, tak mungkin kita mendapat apa yang kita inginkan. Bahkan karena kita merasa tidak punya uang cukup, kita batasi pergaulan. Ada uang ada rupa. Jer basuki mawa bea. Itulah beberapa kata pepatah betapa uang punya peranan penting dalam hidup kita.

Semua manusia butuh uang. Kita hargai uang sedemikian rupa seolah kita tidak bisa hidup tanpa uang. Ketergantungan pada uang demikian tinggi melebihi ketergantungan kita pada sesama manusia lain. Kita bisa hidup tanpa orang tua, teman, pacar, saudara dan hubungan sosial lain. Tapi kita merasa tidak bakal bisa hidup tanpa uang. Uang seolah lebih penting dari segalanya. Bahkan melebihi hidup kita sendiri. Demi uang kita berani menempuh resiko mematikan. Demi uang kita rela korbankan nyawa sendiri, apalagi nyawa orang lain.

Bahkan beberapa orang berkata dengan sinis, bahwa tuhannya manusia itu uang. Nabinya manusia itu uang. Presidennya manusia itu uang. Uang mengalahkan segalanya. Tanpa uang, segala hal tidak akan ada artinya bagi seorang manusia pada saat dunia saat ini begitu materialistik. Tidak ada manusia yang tidak butuh uang. Meski sepeser, pasti membutuhkannya.

Jumlah uang tidak perlu melimpah. Sedikit atau banyaknya uang amat relatif bagi seseorang. Tapi semua butuh uang. Uang seolah sumber kebahagiaan. Kata-kata bahwa uang tidak bisa membeli kebahagiaan memang benar. Tapi dengan uang kita bisa membeli kenyamanan. Uang tidak dibawa mati, demikian kata pepatah lainnya. Tapi dengan uang kita sakit dengan nyaman. Tergolek di tempat tidur yang empuk, ditunggui oleh dokter pribadi atau perawat dan mati dengan nyaman. Tidak mati sendirian di gubuk reyot atau di bawah jembatan. Uang tidak bisa membeli persahabatan. Tapi dengan uang kita bisa bergaul dengan manusia lain lebih terbuka dan serba berkemungkinan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline