Lihat ke Halaman Asli

Herry B Sancoko

Alumnus UGM, tinggal di Sydney

Ahok: Peraturan Bukan Kitab Suci

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13890120261248460667

[caption id="attachment_304398" align="alignnone" width="614" caption="Burhanuddin: Ahok kurang bijak. (sumber: screen shot http://www.youtube.com/watch?v=8DjCr5QZltM)"][/caption]

SEJAK peraturan itu digagas, Ahok mungkin sudah tak setuju atau paling tidak meragukan efektifitas peraturan itu. Tapi tidak berdaya karena posisinya mengharuskan mendukung kebijaksanaan. Ahok ikut menanda-tangani peraturan itu mungkin dengan anggapan bahwa tidak semua orang diwajibkan untuk mematuhinya. Karena peraturan itu hanya khusus bagi pegawai di lingkungan pemprov DKI.

Sebuah peraturan yang tidak punya kekuatan hukum luas yang berlaku di masyarakat umum. Peraturan itu bersifat fleksibel tanpa sanksi jelas. Penerapan peraturan itupun sangat sulit untuk diawasi atau dibuktikan pelanggarannya. Tidak ada petugas yang ditunjuk untuk mengawasi jalannya peraturan. Tidak ada polisi penegak hukumnya. Proses hukumnya juga akan terkesan rada aneh jika peraturan itu ditegakkan dan dikenakan hukuman pada pelanggarnya.

Ketidak-setujuan Ahok bisa ditanggapi lain oleh pengikut Jokowi. Ahok tidak ingin melawan oleh Jokowi supporter. Ahok tidak bisa melawan kemauan "mayoritas". Ia hanya bisa melawan jika banyak orang mendukungnya. Ahok yakin dengan logikanya bahwa, peraturan itu nantinya tidak bakal jalan. Kalau berjalan, itu hanya akal-akalan.

Ahok menyetujui karena peraturan itu sudah digodok Jokowi. Bertujuan baik. Dan tentu saja didukung oleh pendukung Jokowi. Terlepas alasan kenapa mendukung Jokowi. Ikut-ikutan atau cari selamat dan tidak ingin rame. Mengikut saja sampai nanti semua bosan sendiri dan berharap keadaan akan berubah. Mereka menyetujui saja aturan yang ditetapkan oleh bos mereka. Termasuk Ahok. Mereka berharap suatu saat bahwa peraturan itu keliru. Ia tak ingin membuat bara dalam sekam. Ia tanda tangani agar logikanya kelak bisa dibuktikan dan benar. "Peraturan bukan kitab suci. Bisa dievaluasi," begitu kata Ahok.

Budaya Paternalistik

Ahok tidak berniat membangkang tapi mengingatkan bahwa apa yang dilakukan itu tidak masuk akal. Banyak orang akan melakukan pelanggaran secara sembunyi-sembunyi. Karena aturan itu memang tidak masuk akal dan amat paternalistik. Ahok sekali lagi menempatkan dirinya sebagai tumbal. Ahok mewakili orang-orang yang tidak punya keberanian untuk berkata tidak. Ahok mewakili orang-orang yang takut untuk berpikir logis karena dianggap menentang arus umum.

Karena ini masalah logika melawan budaya paternalistik, maka salah satu jalan pembuktiannya adalah dilempar ke alam realita. Logika harus di tes melawan paternalistik di lapangan. Tidak bisa di ruang debat, apalagi di kantor penghasil kebijaksanaan. Budaya paternalistik adalah budaya yang melawan demokrasi. Maka pembuktiaanya hanya lewat jalur demokrasi. Membiarkan khalayak menilainya.

Magnet Jokowi terlalu kuat untuk dilawan dalam skala sosial. Selama ini Jokowi dianggap sebagai panutan. Apa yang dilakukan Jokowi hampir menuai pujian. Dan banyak orang mengikuti Jokowi tanpa penalaran logis dan realistis. Jokowi telah diidiolakan. Jokowi menjadi objek. Jokowi menjadi ratu adil. Jokowi menjadi dewa penyelamat.

Dalam ranah pribadi, mungkin saja Ahok menghargai Jokowi sebagai pribadi yang punya magnet sosial. Ahok menghargai Jokowi dalam ranah pribadi tanpa persoalan. Ranah pribadi bisa disesuaikan. Namun dalam ranah sosial, Ahok perlu memakai logika dan realistis. Inilah bedanya Ahok dan Jokowi dalam masalah peraturan itu.

Peraturan pemprov DKI Jakarta itu bagi penulis bersifat terlalu personal. Hanya cocok bagi kalangan tertentu, termasuk buat Jokowi. Peraturan itu belum tentu cocok bagi semua orang. Meski lingkupnya hanya di kalangan pegawai gubernur, tapi tidak semua yang bekerja di situ melihat peraturan itu cocok dengan kebiasaan pribadinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline