Lihat ke Halaman Asli

Herry B Sancoko

Alumnus UGM, tinggal di Sydney

Awasi Kejujuran Pilpres 2014 Melibatkan Masyarakat dengan Fun... Fun...

Diperbarui: 20 Juni 2015   05:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14020166341255161687

[caption id="attachment_327630" align="aligncenter" width="524" caption="Pengawas amatir sebagai tenaga vigilante sukarela. (Gambar diambil dari berbagai sumber)"][/caption]

SETIAP pemilu diadakan di tanah air, tidak pernah sepi dari berita-berita kecurangan dan protes. Selama ini kita mengandalkan pengawas pemilu yang ditunjuk secara resmi untuk memonitor jalannya pemilu. Sudah terpikirkankah melibatkan masyarakat luas?

Potensi masyarakat dalam mengawasi jalannya pemilu sebenarnya amat besar bila dibanding dengan pengawasan yang dilakukan oleh tenaga pengawas resmi. Toh selama ini meski sudah ditunjuk pengawas resmi yang jumlahnya cukup banyak dan diperkirakan representatif ternyata kecurangan tetap terjadi? Bahkan tidak jarang pengawas itu sendiri yang melakukan kecurangan.

Jika pengawas dilakukan oleh masing-masing partai, amat diragukan semua partai terkoordinasi untuk melakukan pengawasan bersama. Pengawasan mungkin hanya dilakukan di beberapa titik karena tidak mungkin melakukan pengawasan terus menerus apalagi di berbagai titik. Proses pemilu bisa seharian dan amat melelahkan. Pemilu legislatif kemarin di TPS-TPS tertentu penghitungan suara berjalan hingga larut malam. Bahkan ada yang baru selesai menjelang pagi. Padahal itu hanya menghitung kurang dari 200 pemilih di tingkat RT. Hanya beberapa orang saja yang bisa jaga hingga demikian larut.

Nah, kenapa tidak ada usaha untuk meminta masyarakat luas untuk ikut mengawasi jalannya pemilu? Hampir semua orang punya hp, kenapa tak dimanfaatkan? Meski pengawasan masyarakat bisa dilakukan tidak secara langsung namun cukup potensial untuk melaporkan ketidak-jujuran pemilu. Atau mungkin bahkan bisa mencegah adanya tindak ketidak-jujuran?

Ide ini sebenarnya bisa diluncurkan oleh KPU dengan penerangan-penerangan atau promosi-promosi ide pengawasan pemilu secara bersama dengan melibatkan masyarakat luas. Bukan berarti selama ini masyarakat tidak mengawasi. Mereka mengawasi tapi tidak secara sistematis. Tidak tahu jalan yang harus ditempuh bila menemukan kecurangan. Kepada siapa kecurangan itu bisa dilaporkan dengan cepat, murah, efisien dan tanpa mengungkapkan identitas dirinya.

Tindakan yang dilakukan oleh oknum babinsa di Jakarta dengan mendatangi penduduk dan mendata pemilih namun dibarengi dengan anjuran, nasehat, intimidasi dan sejenis untuk mempengaruhi masyarakat dalam pilihan capres, seharusnya sudah memberi kita pelajaran bahwa ada potensi kecurangan. Kecurangan itu amat potensial bisa juga dilakukan di tempat lain. Seharusnya kita semua siap untuk mengantisipasi kecurangan-kecurangan berikutnya dalam skala lebih luas. Namun sayang sekali bahwa kecurangan yang ada di Jakarta itu tidak ada orang yang mengambil gambar atau video saat kecurangan dilakukan oleh oknum babinsa.

Pilpres 2014 tinggal sebulan lagi. Masih cukup waktu untuk mempersiapkan kecurangan-kecurangan lain dengan metode berbeda. Bila masyarakat tidak diajak untuk berpartisipasi ikut mengawasi jalannya pilpres, KPU bakal kecolongan. Pilpres tidak berjalan dengan baik dan tidak mengungkap kebenaran sesungguhnya aspirasi masyarakat.

Mungkin KPU tidak punya dana untuk melakukan kampanye proses pilpres agar dilakukan dengan fair dan jujur. Alternatif lainnya adalah anjuran dari partai kontestan pilpres pada semua pendukungnya. Partai kontestan cukup memberi arahan dan jalur-jalur mana yang bisa dikirimi laporan akan adanya tindak kecurangan. Mungkin nomer SMS atau semacam aplikasi Whatsapp yang bisa dikirimi tidak saja text namun juga gambar dan video tanpa menguras terlalu banyak pulsa hp pengirim.

Para pengawas amatir yang tidak bisa dideteksi ini bisa amat efektif sebagai tenaga vigilante. Semacam candid camera yang dipasang secara random. Eksistensi pengawas amatir ini bisa mencegah pelaku kecurangan untuk tidak gegabah dalam bertindak. Karena mereka tidak akan tahu apakah tindakan curangnya itu ada yang mengawasi atau tidak.

Untuk menekankan bahwa para pengawas amatir ini eksis, bisa diproduksi barang-barang memorabilia bergambar yang menyimbolkan kehadiran para pengawas amatir ini di sekitar titik-titik rawan. Dalam artikel ini disimbolkan oleh binatang meerkat. Sejenis binatang yang amat tajam penglihatannya. Binatang sosial yang selalu bekerja sama saling mengawasi demi keselamatan bersama. Semua orang bisa memakai barang memorabilia ini. Perkara apakah si pemakai benar-benar melakukan pengawasan atau tidak akan sulit diketahui. Yang jelas pengawas amatir dan independen itu ada.

Sebuah gerakan sehat untuk pembelajaran nilai demokrasi yang jujur, adil dan transparan pada masyarakat dan kontestan politik.*** (HBS)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline