Aku ingat waktu cerita ini ke sahabatku, dia langsung tertawa terbahak2 sampai airmatanya bercucuran mengalir, termasuk sopirnya dia yang mencuri dengar pembicaraanku dengannya. Karena kupikir kejadian itu akan menghibur hati banyak orang, aku mau membagikan ceritanya ya…
Sebagaimana kalian tahu, Desember tahun lalu, aku tiba-tiba terserang penyakit dengan gejala vertigo yang berlangsung puluhan jam di Jerman. Aku diangkut ke ruang gawat darurat RS. Goethe Universitat di Frankfurt. Karena aku sudah muntah semalaman, badan sudah tidak mampu berdiri, wajahku pucat, rambut berantakan, kusut tak terurus (kalo rapi juga aneh sih), badanku juga demam tinggi. Udara pagi di Frankfurt saat itu sekitar minus 15 derajat celcius ketika itu. Salju putih nampak menumpuk tebal di halaman apartemenku, ketika aku di bawa ke RS.
Dari masuk mobil hingga aku dibawa ke ruang darurat, aku berusaha tetap sadar walaupun dengan menutup mata. Tetap saja efek vertigo yang menyebabkan bumi terasa jumpalitan, gempa mendadak di duniaku itu, menyebabkan aku ingin menutup mataku. Setidaknya aku merasakan jumpalitan dunia dalam kegelapan, ketimbang melihat tanaman, kursi, pintu, orang dan sekelilingku berputar terus menerus, yang aku tahu pasti hanya ada di kepalaku saja.
Sampai di ruang dalam gawat darurat, datang tergopoh-gopoh tiga dokter Jerman, masih muda-muda, aku perkirakan umur 30 an awal membawa suntik, alat pengukur nadi dan bahkan alat pacu jantung. Karena aku merasa mual dan ingin muntah setiap kali mataku terbuka karena melihat sekitarku nampak seperti berputar2 terus menerus, maka aku memilih menutup mataku sewaktu di ruang UGD yang terang benderang itu..
Lalu apa yang terjadi???
Tiba-tiba, tanpa ada peringatan....
PLAKKK!!.. PLAKKK!….PLAAAKK!. Pipiku ditampar!!!!! Waduuuuhh, sakitnya!!!!, Tentu saja karena kaget dan tak menduga, mataku langsung terbuka. Dokternya langsung tersenyum lega , dan berkata ,‘Maaf, soalnya kami pikir kamu tadi pingsan, soalnya kita gerak-gerakkan tanganmu, kok matamu tetap tertutup…..`Aku sudah mau marah, tapi berhubung tubuh sedang lemas tak berdaya, aku hanya bisa diam…waduh kurang ajar dokter –dokter itu, aku ditamparrrr pula pas lagi kesakitan di UGD…
Jangan-jangan tamparan begini masuk di tagihan rekening rumah sakitku …biaya tamparan berapa ratus Euro…. Weleh—weleh..hahaha, sudah sakit …eh ditampar dan bayar pula….hahahahaha. PLAAAK…PLAKKK..Bayar..Hahahahahaha
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H