Keputusan Jokowi untuk merubah skema eksploitasi Blok Masela dari kilang laut menjadi kilang darat mungkin disambut kontraktor dengan bersuka cita dan saling bersulang minuman. Situasi harga minyak dunia yang sedang anjlok akan membuat keputusan ini menjadi "blesssing in disguise" bagi Inpex. Saham dari Inpex ini 50% adalah milik pemerintah Jepang. Kontraktor Blok Masela ini bisa menggeser time frame produksi ke posisi waktu harga minyak diperkirakan akan bagus dan juga ketika kebutuhan gas Jepang meningkat. Keputusan ini bisa menjadi alasan untuk memundurkan jadwal produksi, sekaligus menyabet keuntungan lebih dengan mengajukan Term & Condition baru.
Seperti diberitakan pada media online "Kontan" pada tanggal 27 Mei 2016 pihak Inpex akan meminta perubahan Term & Condition (T&C) dalam proyek Masela. Menindak lanjuti keputusan Jokowi pada tanggal 23 Maret itu, pemerintah telah mengirimkan surat ke Inpex pada tanggal 1 April. Isi surat tersebut adalah penolakan proposal Plan of Development yang diajukan oleh Inpex dan Shell. Ditegaskan bahwa Inpex harus terus mengupayakan pengembangan Blok Masela dengan menggunakan pilihan kilang di darat.
Terlihat bahwa Inpex tidak terburu buru untuk melahap Blok Masela ini. Tanggapan dari Inpex adalah sebagai berikut:
1. Inpex/Shell menghargai keputusan Indonesia yang menginginkan skema eksploitasi dengan menggunakan kilang LNG di darat.
2. Inpex/Shell tetap berkomitmen untuk mengembangkan lapangan Abadi (Blok Masela).
3. Inpex/Shell akan mengajukan perubahan Term & Condition untuk membuat proyek ini layak investasi.
Inpex mengatakan bahwa karena ada perubahan konsep dari laut ke darat mengakibatkan perubahan mendasar dari project economics, planning schedule dan lain lain sehingga perlua ada pembicaraan terlebih dahulu dengan pemerintah untuk mendiskusikan Term & Condition yang baru. Fakta yang menarik adalah dengan permintaan Term & Condition baru ini pihak Inpex juga belum bisa menentukan schedule yang pasti dari pengembangan Blok Masela tersebut. Mungkin saja ini adalah taktik membeli waktu untuk memundurkan jadwal dari eksploitasi Blok Masela.
Seperti kita ketahui beberapa waktu yang lalu perusahaan migas di seluruh dunia menghadapi permasalahan dengan anjloknya harga minyak yang diluar prediksi. Mereka terpaksa menjadwalkan ulang proyek proyek pada lapangan marginal. Bahkan pada lapangan 'green field' pun banyak proyek yang dipangkas. Perhitungnan para kontraktor migas ini adalah berdasarkah cash flow pada harga minyak dunia yang relatif tinggi pada saat itu. Mereka waktu itu memprediksi harga minyak dunia akan tetap tinggi tidak sejeblok sekarang ini. Perampasan ladang ladang minyak di Timur Tengah oleh kelompok ISIS bisa mempengaruhi harga minyak. Minyak hasil rampasan itu akan membanjiri pasar dunia dengan harga murah. Selain itu teknologi baru berupa shale oil juga ikut mempengaruhi harga minyak di pasar dunia.
Ketika gonjang ganjing anjloknya harga minyak dunia ini, tak terkecuali Inpex pasti juga ingin menginjak rem dulu untuk menghindari kerugian yang lebih besar. Kalau bisa Blok Masela tidak akan diproduksi dulu. Dimundurkan menunggu time frame yang lebih menguntungkan. Membanjirnya supply LNG dunia juga mengakibatkan kompetisi untuk memasarkan semakin berat. Blok Masela memang akan dianggap Inpex sebagai kandidat yang paling cocok untuk diberhentikan dulu, menunggu prediksi hargar minyak dunia membaik. Adalah suatu kebetulan yang pas ketika Jokowi memutuskan merubah konsep dari laut ke darat. Jadi ada alasan untuk menghentikan dulu pekerjaan proyek blok Masela ini.
Pelaksanaan pekerjaan proyek migas dan proyek proyek lainnya diatur dalam kontrak yang ditandatangani oleh kedua belah pihak. Kontrak ini mengikat, sehingga pelanggaran pelanggaran yang dilakukan oleh salah satu pihak bisa berimplikasi untuk diperkarakan di pengadilan. Indonesia sudah berpengalaman kalah dalam perkara bisnis. Kasus Pertamina Karaha Bodas Geothermal dalah contohnya. Kontraktor juga akan mencari cari celah untuk bisa memojokkan owner. Dalam hal ini owner adalah pemerintah Indonesia. Kesalahan taktis yang dilakukan pihak owner akan menjadi makanan empuk bagi kontraktor untuk dijadikan kartu truf dalam menekan owner.
Dalam hal ini Inpex sudah mengatakan supaya T & C yang baru ini diharapkan bisa disetujui dalam rangka membuat proyek bisa berjalan dan layak secara sosial ekonomis dan layak secara teknis. Menurut perkiraan, Inpex paling tidak akan mengajukan point point berikut:
1. Mengusulkan perubahan angka split bagi hasil produksi gas
2. Meminta insentif perpajakan
3. Meminta keringanan Domestic Market Obligation
Dengan cara di atas ini maka perhitungan keekonomian bagi Inpex akan menjadi moncer. Di sisi lain pemerintah Indonesia akan tergerus pendapatannya alias buntung.
Jadi nanti dalam perundingan Term & Condition baru yang diajukan Inpex ini diharapkan pemerintah bisa bertindak "smart". Apa apa yang diusulkan Inpex harus dipelajari dengan cermat dan rasional. Jangan sampai rakyat Indonesia akhirnya dirugikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H