[caption caption="Central Plant Pertamina Hulu Energy Offshore North West Java (PHE ONWJ) di lepas pantai Karawang-Indramayu di Laut Jawa. (Kompas/Iwan Setiyawan Anjungan)"][/caption]Perselisihan pendapat mengenai skema eksploitasi gas di Blok Masela masih belum menemukan titik terang. Presiden Jokowi masih melakukan studi untuk mendalami dan menentukan skema eksploitasi yang paling tepat. Inpex/Shell berencana melakukan eksploitasi dengan menggunakan kilang terapung yang akan diletakkan di perairan blok Masela. Cost Estimate Inpex/Shell untuk pembuatan kilang terapung ini adalah sebesar US$. 11,5 milyar. Biaya dengan sumur dan sistem produksi bawah laut menjadi total US$. 14,8 milyar.
Angka perkiraan kilang laut sebesar ini kemungkinan bisa membengkak. Pembengkakan anggaran memang harus diantisipasi. Ini adalah gambaran awal biaya yang akan dibutuhkan. Ini bukan bid dalam proses tender, jadi biaya masih bisa naik. Beberapa hari yang lalu Tenaga Ahli Menko Maritim bapak Abdul Rachim mengungkapkan penyebab kisruh yang terjadi antara dua menteri soal Blok Masela Maluku adalah terkait hitungan investasi pembangunan kilang darat dan laut.
"Fortuga hitung kilang laut lebih mahal dari darat. Inpex bilangnya lebih murah dari darat. Itungannya terbalik," katanya di gedung BPPT, Jakarta, Jumat (11/03/16). Dia menyebutkan, dalam perhitungan Inpex dan Shell, biaya investasi untuk pembangunan klang laut di Masela yang berkapasitas 7,5 ton LNG per tahun adalah sekitar US$. 14,8 milyar. "Itu kan dua kali lipat Prelude (Australia), kenapa harganya cuma 20% di atas Prelude, tidak masuk akal," tutur dia.
[caption caption="FLNG (dokpri)"]
[/caption]Estimasi biaya proyek sangat penting. Angka ini akan menentukan apakah proyek feasible atau tidak. Apakah proyek akan menggunakan skema A ataukah B. Karena itu estimasi biaya sebagai parameter penentu haruslah diusahakan akurat.
Beberapa praktek dalam estimasi biaya ini adalah sebagai berikut:
1. Nembak harga
Istilah nembak harga ini adalah membuat angka ngawur karena schedule untuk bidding sudah mepet dan tidak mendapatkan harga. Angka ngawur ini pun masih harus diusahakan masuk akal. Akurasinya bisa sangat rendah.
2. Menggunakan Rule of Thumb
Beberapa proyek atau bagian dari proyek harganya bisa dikira-kira dengan menggunakan rule of thumb. Termasuk dalam cara ini adalah interpolasi dan ekstrapolasi dari proyek terdahulu. Rule of thumb ini digunakan sebagai cara cepat untuk estimasi, tapi akurasinya rendah.
3. Menggunakan Analisa Biaya yang di-breakdown
Masing masing komponen biaya di-breakdown dan dihitung. Harga komponen peralatan bisa dimintakan penawaran dari Vendor. Analisis ini memerlukan waktu yang lama. Akurasinya paling tinggi.
Dari penjelasan tenaga ahli Menko di atas terlihat bahwa Fortuga menggunakan cara B, yaitu membuat ekstrapolasi dari harga kilang laut Prelude. Ekstrapolasi seperti ini harus disikapi dengan hati-hati. Angka yang didapatkan bisa melenceng.
FLNG atau kilang laut untuk LNG ini adalah salah satu dari "emerging technologies". Masih belum banyak perusahaan yang membangun FLNG. Karena itu masih belum banyak data empiris yang bisa digunakan untuk membanding-bandingkan. Benda yang sarat teknologi ini juga sulit untuk diprediksi biaya aktualnya. Ini memang adalah fenomena biaya barang teknologi. Sebagai contoh, kita ambil contoh memory card atau SD card yang umum dipasang di HP untuk penyimpanan data. Harga memory card kapasitas 8 GigaBytes adalah lima puluh ribu rupiah. Harga memory card dengan kapasitas 16 GigaBytes bukan dua kali lipat dari yang berkapsitas 8 GigaBytes, tapi cuma sekitar enam puluh ribu rupiah.
Jadi kalau harga kilang Prelude dengan kapasitas 3,6 MTPA adalah US $. 12,6 milyar, berapakah harga yang pantas untuk kilang laut Masela dengan kapasitas 7,5 MTPA? Jawabannya adalah harus dilakukan analisis biaya yang mempreteli komponen dahulu. Ini baru bisa dibandingkan dengan fair. Rule of thumb tidak cukup representatif untuk analisis biaya benda yang sifatnya masih masuk kategori "emerging technologies".