Lihat ke Halaman Asli

"Coding" Masuk Kurikulum Sekolah, Tidak Usah Berharap Terlalu Tinggi

Diperbarui: 28 November 2015   15:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi - coding (Shutterstock)

Portal berita viva.co.id tanggal 13/11/15 menulis artikel Menkominfo Rudiantara dan Mendikbud Anies Baswedan berencana memasukkan Coding ke dalam kurikulum. Menurut Anies nanti pada 2016 - 2017 pelajaran Coding akan dimasukkan ke kurikulum SMK.

Harapan yang digantungkan terlalu muluk jika tujuannya nanti dimaksudkan untuk menjadi produsen aplikasi. Coding bisa dianalogikan sebagai tukang jahit. Mereka melakukan pekerjaan mirip pengrajin. Tidak ada yang perlu dibanggakan. Membuat sepatu dengan berprofesi sebagai penjahit banyak dilakukan di Indonesia. Pabrik sepatu Nike memperoleh keuntungan dengan tersedianya SDM yang terampil menjahit sepatu. Para pekerja dikumpulkan di pabrik (sweat shop) untuk mengerjakan instruksi penjahitan berdasarkan pesanan pemilik. Untuk membuka lapangan pekerjaan, cara ini tidak salah. Daripada angkatan kerja menganggur, cara link and match seperti ini bagus juga.

Mengajarkan Coding pada anak SMK akan memberikan tambahan SDM yang bisa ber-coding ria. Melatih siswa berpikir logis. Coding ini secara hierarki adalah pekerjaan yang membantu system analyst. Adalah harapan terlalu tinggi bahwa jika banyak SDM coder maka Indonesia akan menghasilkan aplikasi komputer kelas dunia. Yang diharapkan Rudiantara tidak akan tercapai.

Kalau kita lihat entrepreneur digital kelas dunia seperti Bill Gates, Steve Jobs, dan Mark Zuckerberg memang suka coding. Tapi jangan dilupakan fondasi utama mereka buat sukses adalah kreativitas bisnisnya. Orang-orang yang tahunya sekedar coding tidak akan bisa diharapkan menjadi digital entrepreneur kelas dunia. Bill Gates, Steve Jobs, dan Mark Zuckerberg sendiri bukanlah orang yang sekolah khusus di bidang komputer.

Coding itu memerlukan bakat. Seperti juga menggambar dan menyanyi. Jadi sebaiknya tidak usah memaksakan Coding masuk ke kurikulum semua pendidikan. Cukup SMK saja. Nanti bisa salah arah. Orang yang tidak berminat untuk menjadi programmer terpaksa mempelajari Coding. Ini menjadi tidak betul.

Persinggungan saya dengan Coding adalah ketika kuliah di perguruan tinggi teknik. Mata kuliah yang diajarkan memerlukan bantuan komputer untuk aplikasinya. Di situ diperkenalkan cara memprogram komputer berbahasa FORTRAN, sesuai dengan yang biasa dipakai untuk keperluan teknik.

Coding jelas diperlukan dalam pembuatan program komputer. Yang harus ditekankan adalah dengan banyaknya SDM yang bisa Coding tidak berarti Indonesia akan unggul memimpin dalam bidang aplikasi komputer. Dalam jaman modern sekarang ini, banyak peralatan otomatis menggunakan program komputer untuk menjalankannya. Sebutlah mesin cuci otomatis. Ketika pakaian cucian dimasukkan ke dalamnya dan kita tekan tombol start, maka komputer akan mulai bekerja dengan menimbang berat pakaian melalui beberapa kali putaran bolak-balik. Setelah itu komputer akan menentukan jumlah air yang dibutuhkan. Langkah-langkah selanjutnya adalah terusan dari urutan yang terprogram. Ketika semua urutan tersebut terselesaikan, maka komputer akan memberi tanda bunyi.

Urut-urutan perintah komputer tersebut dimasukkan ke dalam ROM komputer mesin cuci dengan jalan Coding. Selain mesin cuci, masih banyak lagi peralatan yang memerlukan coding dalam pembuatannya. Meskipun banyak benda otomatis yang memerlukan coding, tidak berarti jutaan benda tersebut memerlukan Coding satu per satu. Coding adalah karya digital yang mudah di-copy dari media penyimpan yang satu ke yang lainnya.

Software seperti Microsoft, WordPress, Drupal, dan lain lain merupakan hasil coding yang masif bisa kita nikmati sekarang ini. Software kompleks sebesar itu memerlukan tenaga kerja yang membantu coding untuk mewujudkannya. Mereka menggunakan berjuta-juta baris kode komputer sebagai penyusun.

Pada jaman dahulu, Coding ini adalah pekerjaan 'state of the art'. Teknologi komputer masih belum canggih dan jumlahnya masih sedikit. Seiring berjalannya waktu, maka pekerjaan Coding tidak lagi dianggap sebagai hal canggih. Orang tidak lagi melakukan coding menggunakan bahasa mesin, tapi menggunakan bahasa lain sebagai alat bantu yang memudahkan. Muncul bahasa pemrograman tingkat tinggi. Pekerjaan Coding menjadi pekerjaan perajin yang dianggap biasa saja karena banyak yang bisa mengerjakan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline