Lenyapnya QZ8501 Air Asia itu mirip dengan tragedi AF447 Air France Rio- Paris yang jatuh di lautan Atlantik pada 31 Mei 2009. Secara garis besarnya pesawat Airbus ini memasuki turbulensi badai di sekitar equator dan jatuh ke laut. Seharusnya tidak perlu jatuh, tapi ada dua faktor utama yang membuatnya jadi kombinasi maut. Pertama adalah sensor kecepatan macet, kedua copilot yang kebetulan sedang menangani pesawat merespon situasi dengan tindakan salah. Dibawah ini saya tampilkan sketsa rute AF447 dibandingkan dengan QZ8501 yang terlihat dihadang turbulensi badai. [caption id="" align="aligncenter" width="450" caption="Dokpri"][/caption] Penerbangan AF447 Rio - Paris pada 31 Mei 2009 menggunakan Airbus A330-203. Pesawat lepas landas dari bandara Galeao Rio de Janeiro menuju bandara CDG Paris pada jam 19:29. Rencananya mendarat di Paris jam 10:03 besoknya waktu setempat. Sekitar 3 jam setelah lepas landas dan akan melintasi equator di Atlantik pilot menyerahkan kemudi ke copilot dan ditinggal tidur dulu. Copilot yang masih yunior ini membuat blunder dan akhirnya malah membuatnya jatuh ke lautan Atlantik. Ada kesalahan disain dari pipa Pitot Airbus ini. Pipa Pitot (bukan Pilot) adalah sensor kecepatan berupa batang pipa kecil yang diletakkan sejajar body dan lubangnya menghadap ke depan. Gunanya untuk menangkap udara masuk ketika pesawat bergerak di angkasa dan mengukur tekanannya untuk kemudian dikonversikan menjadi kecepatan pesawat misalnya dalam satuan knots. Jadi sebetulnya pipa pitot ini adalah untuk mengukur kecepatan pesawat. Apesnya disain pipa pitot Airbus ini tidak bagus, sehingga bisa buntu oleh lapisan es yang menutupi lubangnya. Dalam penerbangan AF 447 ini ketika akan melintasi equator masuk ke dalam turbulensi badai petir dan menimbulkan gumpalan es terbentuk dan menutup lubang pipa pitot. Sensor kecepatan tidak bekerja. Komputer autopilot menolak data kecepatan ganjil dan masuk mode manual dihandle copilot. Copilot tidak berpengalaman, reaksinya malah salah. Mungkin panik. Hidung pesawat didongakkan 30 derajat. Akibatnya fatal, pesawat jadi seperti bilah bulldozer dan stall. Koreksi yang dilakukan oleh captain pilot yang terbangun sudah tidak ada gunanya. Pesawat jatuh ke lautan Atlantik. Disain pipa pitot memang salah sehingga menimbulkan kesalahan pembacaan pada situasi badai petir. Tapi reaksi copilot yang salah juga akhirnya menimbulkan bencana. Situasi yang dihadapi Airbus Air France AF447 ini ini mirip airasia QZ8501. Pesawat memasuki turbulensi badai petir tropis di sekitar equator. Pesawat tiba tiba hilang dari pantauan radar. Tanpa ada distress call atau mayday. Dengan melihat situasi yang sama dihadapi AirAsia QZ8501 dengan Air France AF 447, maka dikhawatirkan kasus ngadatnya sensor kecepatan ini juga terjadi di sini. [caption id="" align="aligncenter" width="480" caption="Pipa Pitot ( source: rastreadordenoticias.com )"]
[/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H