Ada fakta lucu dalam kasus pembelian UPS berharga 6 M untuk sekolah sekolah di DKI. Salah satu media mengadakan penelusuran ke alamat vendor dari pemenang lelang. Wartawan media tersebut menemuukan lamatnya di tempat jauh di Sidoarjo. Bangunan yang ada di situ ternyata adalah gudang dari usaha tepung pakan ternak. Personel yang ada di sana tidak tahu menahu kalau perusahaan itu mensupply peralatan elektronik berupa UPS mahal berharga 6 milyar rupiah.
[caption id="" align="aligncenter" width="419" caption="Kantor Vendor UPS ( sumber: detikcom )"][/caption]
Tidaklah mengherankan kalau personel gudang pakan ternak ini tidak tahu menahu tentang tender UPS. Tender sandiwara dengan meminjam nama perusahaan adalah hal yang biasa dilakukan para begal anggaran untuk membobol duit rakyat. Sudah berpuluh puluh tahun korupsi model begini menyedot triliunan. Berbagai PT dan CV namanya dipinjam untuk menjalankan aksinya. Bisa jadi PT itu punya sendiri di atas namakan keluarganya. Bisa jadi menggunakan PT yang sudah ada dengan memberikan fee.
Dengan tender diatur, maka sang sutradara bisa membuat cerita seolah olah tender itu sudah dijalankan sesuai aturan. Padahal semua pengikut tender adalah komplotan sendiri. Harga bisa dinaikkan sesukanya. Barang seharga 100 juta bisa dinaikkan menjadi 190 juta. Yang 90 juta masuk kantong. Kalau mau lebih kenyang nyolongnya, barang seharga 100 juta bisa dinaikkan menjadi 6 milyar. Anggap saja rakyat bodoh tidak tahu harga.
Kalau peralatan itu permintaan user sebagaimana seharusnya, maka harus ditanyakan kepada diri sendiri sebagai berikut: Apakah memang perlu peralatan seperti itu? Apakah bisa konfigurasinya seoptimal mungkin sehingga hemat?
Pertanyaan di atas wajib dilakukan karena yang dipakai adalah uang rakyat. Membeli peralatan yang semestinya tidak diperlukan adalah dosa kepada rakyat. Rakyat masih banyak yang kelaparan. Tentu saja ini adalah standar cara pikir orang waras dan mempunyai hati nurani. Tidak berlaku untuk para begal.
Mari kita pertanyakan apakah sekolah seperti SMP dan SMA memerlukan UPS. Kita lihat dulu apa itu UPS. Ini adalah benda elektronik yang kepanjangannya adalah Uninterruptible Power Supply. Digunakan untuk memberikan supply listrik sementara ketika jaringan PLN padam. Beberapa institusi memang memerlukan ini. Mereka melakukan pekerjaan yang sifatnya ‘mission critical’. Tidak boleh ada listrik terputus. Akibatnya bisa fatal. Sistem radar di bandara pasti memerlukan benda ini. Rumah sakit memerlukan untuk beberapa sektor penting. Perbankan juga perlu.
SMP dan SMA kalau memang memerlukan juga tak apa apa, toh harganya juga tak begitu mahal. Saya juga punya UPS murah di rumah, cuma sudah saya pensiunkan. Komputer desktop memerlukan UPS, laptop tak perlu. Yang membuat mata terbelalak adalah ketika di SMP dipasang UPS dengan kapasitas 40 KVA. Ini adalah kapasitas besar. Harganya sudah mahal, digelembungkan berpuluh puluh kali lipat. Jadinya akan menggegerkan dunia.
Dalam pikiran perencana yang waras, UPS itu cuma digunakan untuk mensupply listrik secara temporer beberapa menit sebelum diambil alih oleh genset. Karena itu dalam sistem rencana listriknya juga ada genset. UPS hanya digunakan untuk hal hal yang bersifat mission critical dan biasanya tidak memerlukan daya besar. Karena itu UPS tidak akan digunakan untuk menghidupkan AC atau lampu taman. Dengan demikian UPS yang diperlukan cukup kapasitas kecil saja. Genset yang hidup setelah beberapa menit akan memerikan supply listrik yang diperlukan.
Dengan UPS kapasitas kecil plus genset, maka angka 100 - 200 juta sudah cukup untuk memberikan sistem kelistrikan yang aman. Lebih bagus daripada UPS kapasitas besar tapi tanpa didukung genset. Apalagi kalau harganya 6 milyar, akan semakin menyesakkan dada. Itu duit rakyat.