Apa yang akan Anda lakukan bila sedang kelebihan dosis kehidupan kota?
Apakah Anda akan minggir sejenak menyembuhkan diri di alam untuk sekedar menghirup udara segar maupun menikmati panorama yang indah?
Jika, iya. Maka tak salah bila bisnis ekowisata (sebutan untuk wisata berbasis alam) di Indonesia menjadi magnet tersendiri yang memikat tak hanya bagi turis domestik, melainkan juga turis mancanegara. Dengan adanya konektivitas sistem pembayaran di kawasan ASEAN tentu memberi stimulus tersendiri agar bisnis lestari ini kian cuan dan harapannya di masa mendatang mampu memajukan ekonomi negeri.
Ekowisata Nglanggeran
Namanya Sugeng Handoko, seorang pemuda yang berasal dari sebuah desa di kaki Gunung Api Purba, Nglanggeran, Gunung Kidul. Ia awalnya kerap malu bila orang yang baru kenal dengannya menanyakan asal daerahnya. Jadilah, ia sering mengaku berasal dari Yogyakarta dan bukan dari Nglanggeran, desa yang namanya saja cukup asing di telinga kebanyakan orang.
Kendati begitu, Sugeng yang saat itu mengenyam bangku perkuliahan di Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta merasa bahwa desanya terasa makin sepi lantaran proporsi pennduduk yang timpang. Ada lebih banyak lansia dan anak-anak dibandingkan golongan pemuda. Para pemuda di desanya banyak yang terpincut urbanisasi ke luar kota atau bahkan ke luar negeri untuk menjadi TKI. Imbasnya, desa yang ditinggali Sugeng menjadi tak terurus: sunyi, tanah gersang, dan kemiskinan merata.
Prihatin atas apa yang terjadi di tanah kelahirannya, Sugeng dan kelompok karang taruna di desanya berupaya menghidupkan kembali desanya yang nyaris mati. Ia lantas menggagas desa wisata dengan objek utama Gunung Api Purba Nglanggeran. Dalam praktiknya, bisnis yang tadinya gurem menjadi menggurita lantaran warga setempat berhasil dilibatkan.
Ada Embung Nglanggeran, griya cokelat, eco spa, wisata batik topeng, dan masih banyak lagi usaha yang saat ini digarap warga Nglanggeran. Uniknya, melalui paket wisata Live in, homestay yang dikelola warga berhasil menekan angka perceraian yang jamak terjadi di desa ini, yang kerap dipicu persoalan ekonomi.
Selarasnya ekologi, budaya, dan sosial yang dijaga di desa ini membawa Sugeng dan warga Nglanggeran pada peningkatan taraf hidup. Pada tahun 2017 misalnya, omzet bisnis lestari ini mencapai 1,9 miliar dengan total pengunjung baik domestik maupun mancanegara sebanyak 151.035 orang.